Kantor Kemenag Kabupaten Sumbawa Sebut Aturan Pengeras Suara Masjid Hanya Anjuran

Kementerian Agama Kabupaten Sumbawa sebut SE Menag terakait aturan pengeras suara dapat disesuaikan dengan masing-masing daerah.

Penulis: Galan Rezki Waskita | Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Tribunlombok.com/Galan Rezki Waskita
Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sumbawa, Syamsul Munir soal aturan pengeras suara masjid 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Galan Rezki Waskita

TRIBUNLOMBOK.COM, SUMBAWA - Kementerian Agama Kabupaten Sumbawa sebut Surat Edaran (SE) Menteri Agama RI terkait pengeras suara rumah ibadah bersifat anjuran.

Aturan itu dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah.

Hal ini disampaikan Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sumbawa, Syamsul Munir.

"Edaran ini tidak mengikat untuk harus dilaksanakan, tergantung di kondisi masing-masing tempat," terang Syamsul Munir, Senin (1/3/2022).

Baca juga: Soal Pengeras Suara Masjid, TGKH Lalu Gede Muhammad Zainuddin Atsani Ajak Masyarakat Berbaik Sangka

"Kalau memang di tempat yang heterogen, kemudian ada yang memprotes, ada yang keberatan, maka edaran ini mau tidak mau harus dijalankan," tambahnya pada Tribunlombok.com.

Jika masyarakat bisa saling mengerti dan memahami, maka edaran Menag tidak perlu diterapkan.

Di Sumbawa,vsebagai daerah dengan populasi muslim hingga 90%, SE Menag belum memiliki pengaruh apapun.

Pasalnya tidak ada bentuk keberatan yang dilayangkan satu di antara umat beragama di Sumbawa atas kasus pengeras suara.

Baca juga: Menteri Agama Atur Pengeras Suara di Masjid, Kemenag Kota Bima: Bukan Larangan Azan

Atas dasar itu, sementara ini Kementerian Agama Kabupaten Sumbawa belum mengadakan pembatasan berdasarkan surat edaran tersebut.

Namun kata Syamsul Munir, aturan itu mutlak akan diterapkan jika terdapat umat beragama yang komplain dan tidak mampu saling mengerti.

Lebih jauh, disebutkan aturan tentang pengeras suara dan waktu suara-suara di tempat ibadah sudah diatur secara mandiri oleh masyarakat.

Pengaturan ini dibuat jauh sebelum SE menang dikeluarkan.

Kata Syamsul Munir, untuk hari-hari biasa, pengeras suara di tempat ibadah biasanya hanya difungsikan 7 hingga 10 menit saja.

Biasanya pemanfaatan ini digunakan untuk mengingatkan masyarakat akan mulai masuknya waktu ibadah.

Namun jika diputar di waktu yang tidak semestinya, justru kadang umat dari agama yang bersangkutan sendiri yang merasakan terganggu dan bukan dari umat lain.

Terakhir, Syamsul Munir menyebut masyarakat Sumbawa saat ini cukup toleran terkait cara peribadatan masing-masing agama.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved