Petugas Cium Bau Wangi saat Evakuasi 8 Jasad Santri Korban Kebakaran Pesantren di Karawang
Petugas pemadam kebakaran menemukan 8 jasad santri tewas dalam kondisi berpelukan karena berusaha saling melindungi. Petugas juga mencium bau wangi.
TRIBUNNEWS.COM, KARAWANG - Tewasnya delapan santri dalam peristiwa kebakaran Pesantren Miftahul Khoirot di Karawang Jawa Barat menyisakan duka mendalam.
Para santri yang menjadi korban tidak sempat menyelamatkan diri karena api membesar di pintu keluar.
Jasad kedelapan santri yang tewas ditemukan dalam kondisi mengenaskan.
Fitra Adi Sutrisno, seorang anggota pemadam kebakaran Posko Cilamaya Wetan yang mengevakuasi korban menuturkan, dia menemukan jasad para korban dalam kondisi berpelukan.
Mereka tampak saling berpelukan untuk saling melindungi.
"Ada juga yang di dekat jendela, mungkin mau menyelamatkan diri (dengan mencoba membuka teralis jendela), tapi enggak bisa karena masih kecil," tutur Adi, sebagaimana dikutip dari Tribunnews.com.
Selain itu, pada saat Adi mengevakuasi jasad para santri, bau jasad mereka tidak seperti bau jasad yang terbakar.
Justru dia malah mecium bau wangi dari jasad para santri tersebut.
"Mungkin ada beberapa faktor, bisa dari minyak wangi santri yang ikut terbakar atau mungkin karena mereka syahid. Tapi memang baunya beda," ucapnya.
Baca juga: Kebakaran di Lombok Timur Lahap Dua Rumah Warga, Sapi Mati Terpanggang
Baca juga: Kronologi Kebakaran di Juranalas Sumbawa Hanguskan 4 Rumah Warga, Api Membesar Kkarena Angin Kencang
Saat melakukan pemadaman dan mengevakuasi korban, Adi mengaku terenyuh bercampur sedih.
Sebab para korban yang tewas masih berusia sangat muda.
Sementara itu, Kepala Bidang Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karawang Rohmat mengakui hal tersebut.
"Iya info dari temen-temen yang madamin di atas (baunya) nggak seperti biasanya," kata Rohmat.
Rohmat menyebut dua regu damkar diturunkan untuk memadamkan kebakaran di Pesantren Miftahul Khoirot, Senin 21 Februari 2022.
Mereka adalah regu dari Pos Cilamaya Wetan dan Telagasari. Proses pemadaman juga dibantu Damkar Pertamina.
Diberitakan sebelumnya, delapan santri tewas akibat kebakaran di Pesantren Miftahul Khoirot, Desa Manggungjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang, Senin, 21 Februari 2022, pukul 13.00 WIB.
Para santri yang menjadi kordan adalah RA (7) asal Subang, APG (11) asal Subang, AS (7) asal Cikampek, M (12) asal Cilamaya Kulon, MR (13) asal Cilamaya, MF (7) asal Subang, MAM (12) asal Gandok Pedes, dan R asal Tegalsawah Karawang.
Selain itu, dua santri lainnya mengalami luka-luka dan kini telah mendapat perawatan di RSUD Karawang.
Kapolres Karawang AKBP Aldi Subartono mengatakan, kebakaran berawal adanya percikan api di kipas angin yang kemudian menyambar ke kasur.
Pihaknya pun tengah menyelidiki lebih dalam perihal penyebab kebakaran itu. Mereka yang menjadi korban saat itu tengah istirahat tidur siang.
Delapan yang meninggal tak sempat menyelamatkan diri lantaran api membesar di pintu keluar.
Ponpes Dibangun Sejak 1932
Pesantren yang berada di Desa Mangungjaya, Kecamatan Cilamanya Kulon, Kabupaten Karawang itu dikenal sebagai pesantren tahfiz pertama di Karawang.
Pesantren tersebut dibangun pertama kali oleh Kyai Haji Zarkasih pada tahun 1932.
Sang Kyai kemudian mencari ilmu ke ke Syekh Tubagus Ahmad Bakri atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mama Sempur di Purwakarta.
Setelah belajar dari Mama Sempur, Kiai Haji Zarkasih mendirikan Pesantren Pusaka.
Abdul Muhaimin (31), pengurus pesantren bercerita kala itu pesantran diikuti oleh bapak-bapak.
Namun dengan berjalannya waktu banyak anak-anak yang ikut mengaji.
"Awalnya hanya pengajian bapak -bapak. Kemudian lama - lama anak-anak juga ikut ngaji. Santri kalong istilahnya," kata Muhaimin.
Sang Kyai kemudian menikahkan anak perempuannya dengan penghapal Al-Quran, Kai Haji Muhtadin Al Hafiz.
Sang menantu kemudian meneruskan Pesantren Pusaka dan menggantinya dengan nama Pesantren Miftahul Khoirot.
Dipimpin generasi ketiga, miliki 600 santri
Muhaimin bercerita saat ini pondok pesantren dipimpin oleh generasi ketiga yakni Kiai Haji Agus Muhtadin.
Pesantren tersebut pun kini dikenal dengan menghasilkan para santri penghapal Al-Quran. Jumlah santri pun terus bertambah hingga 600 orang.
Para santri adalah anak-anak yang terbagi menjadi 400 santri perempuan dan 200 santri laki-laki.
"Lalu semakin berkembang santrinya dari 100 orang, kemudian bisa mencapai 200 orang lebih," kata Muhaimin.
Ia bercerita sang ayah ingin banyak anak-anak yang mneghapal Al-quran hingga pihak pondok mendirikan madrasah tsanawiyah (MTS) dan madrasah aliyah (MA).
Pesantren tersebut kemudian diurus oleh 14 anak Kiai Haji Agus Muhtadin.
"Seluruh anak abah itu ada 14 orang dan saya anak kesepuluh. Semua anaknya mengurus bagian yang berbeda dan saya untuk mengurus santri yang remaja. Untuk yang menjadi ketua yayasan atau pengasuh itu anak tertua," katanya.
Ia mengaku kebakaran yang menewaskan delapan santrinya menjadi pukulan bagi pesantren.
Menurut Muhaimin bagi mereka, para santri seperti anaknya sendiri.
"Para santri itu seperti anak - anak kami sendiri," ujar Abdul.
Sejak kebakaran terjadi, banyak masyarakat hingga kalangan pejabat yang datang ke pondok pesantren untuk menyampaikan bela sungkawa
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul 8 Santri Korban Kebakaran di Pesantren Karawang Ditemukan Berpelukan, Begini Kesaksian Damkar.