Berita Lombok
Malam Puncak Bau Nyale, Ribuan Warga Lombok Berburu 'Putri Mandalika' di Pantai
Ribuan masyarakat di Lombok Tengah turun ke Pantai Seger, Mandalika, Lombok Tengah, Minggu, 20 Februari 2022. Mereka melakukan tradisi Bau Nyale.
Penulis: Sinto | Editor: Sirtupillaili
Laporan Wartawan Tribunlombokcom.com, Sinto
TRIBUNLOMBOKCOM, LOMBOK TENGAH - Ribuan masyarakat suku Sasak, di Lombok Tengah turun ke Pantai Seger, Mandalika, Lombok Tengah, Minggu, 20 Februari 2022.
Mereka untuk menangkap 'nyale' atau cacing laut yang dipercaya sebagai jemaan Putri Mandalika.
Tradisi 'Bau Nyale' sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu dan masih dilakukan sampai saat ini.
Dalam tradisi ini, masyarakat turun ke pantai untuk menangkap cacing laut yang keluar dari celah bebatuan karang di kawasan pantai.
Kata 'Bau' dalam bahasa Sasak berarti menangkap, sedangkan 'Nyale' sendiri berarti cacing laut yang dipercaya merupakan jelmaan Putri Mandalika.
Warga lokal juga biasa menyebutnya putri nyale.
Berdasarkan legenda yang berkembang, Putri Mandalika menceburkan diri ke laut untuk menyelamatkan negerinya dari pertumpahan darah.
Baca juga: Ramaikan Event Bau Nyale 2022, Forum Komunitas Baca Lombok Tengah Buka Bazar Buku di Mandalika
Baca juga: L’Etape Sukses Digelar, Sandiaga Uno Tersanjung Keindahan Desa Wisata dan Sambutan Warga Lombok
Dia membuang diri karena saat itu para pangeran dari beberapa kerajaan memperebutkan dirinya.
Agar tidak terjadi perang saudara, Putri Mandalika membuang diri ke laut.
Kemudian pada tanggal tertentu Putri Mandalika yang dicintai rakyatnya akan kembali.
Masyarakat percaya sang putri menampakkan diri dalam bentuk Nyale atau cacing laut tersebut.
Sampai saat ini, tradisi Bau Nyale tetap dilestarikan masyarakat.
Mereka mencari nyale di sejumlah pantai di Lombok.
Namun tempat favorit masyarakat Lombok menangkap nyale adalah Pantai Seger Mandalika.
Berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat, Puteri Mandalika menceburkan diri di pantai ini.
Selain Pantai Seger mereka juga biasanya mencari nyale di kawasan Pantai Seneq, Pantai Benjon, Pantai Batu Beaq, Pantai A'an, Pantai Mawun, Pantai Tampah, dan Pantai Selong Belanak.
Mereka mulai turun ke laut sejak dini hari menjelang subuh.
Warga berangkat mulai dari rumah masing-masing dengan membawa berbagai peralatan untuk menangkap nyale.
Tidak hanya dari Lombok Tengah, banyak juga yang berasal dari Lombok Timur, Lombok Barat, Mataram hingga Lombok Utara.
Mereka yang datang dari daerah jauh biasanya menginap dengan mendirikan tenda di sekitar pantai.
Kemudian mereka membunyikan alarm agar tidak telat bangun.
Sementara itu masyarakat Lombok Tengah, khususnya yang berada di kawasan Pantai Mandalika datang ke pantai dini hari menggunakan motor.
Jarak yang relatif dekat menjadikan mereka tidak perlu menginap di area pantai.
Mereka biasanya langsung menuju ke Pantai Mandalika bersama dengan keluarganya.
Seperti Amaq Alwi alias Bastoni (26), warga Desa Sade, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah yang bangun pagi-pagi, pukul 03.30 WITA untuk bersiap-siap menangkap nyale.
Sebelum berangkat ia sudah menyiapkan berbagai peralatan yang diperlukan. Seperti jaring kecil sebagai alat untuk menangkap nyale.
Jaring kecil tersebut ia sebut dengan istilah sorok.
Selain itu ia membawa ember kecil sebagai wadah menampung nyale dan senter sebagai penerang.
Tak lupa ia membawa sepatu agar kakinya terlindungi dari hewan laut yang memiliki duri tajam dan batuan karang yang tajam.
Ia hari ini mengaku mendapat sedikit nyale karena memang membawa peralatan seadanya.
Sialnya, senternya jatuh ke air sehingga alat penerangnya tersebut rusak.
Namun alasan utama kenapa tidak mendapat banyak nyale adalah karena nyale yang bagus itu tidak keluar.
"Nyale Poto atau nyale hijau hari ini tidak keluar. Itu sebenarnya target yang ingin saya tangkap," jelasnya pada TribunLombok.com.
Pria yang sehari-hari bekerja di sektor wiraswasta ini tidak mendapat nyale banyak hari ini.
Hal ini karena ia yang keluar adalah nyale air.
Dinamakan demikian karena nyale tersebut akan berubah menjadi air ketika ditangkap.
Kadang-kadang perubahan menjadi airnya ketika sudah berada didalam wadah.
Ia hari ini mengaku kecewa namun berencana akan kembali mencari nyale pada besok malam lagi.
Ia memperkirakan nyale yang bagus akan keluar pada esok harinya sesuai dengan prediksi pemerintah dan kepercayaan masyarakat suku Sasak.
"Besok kemungkinan akan banyak. Karena itu adalah penetar dalam bahasa kami. Penetar itu adalah puncaknya," tutupnya.
(*)