Berkenalan dengan Ary Juliyant, Presiden Indie Indonesia, Musisi Folk yang Bergerilya
Ary Juliyant musisi folk kelahiran Bandung yang bermukim di Lombok menyebut gerakan bermusiknya sebagai musik gerilya
Penulis: Robbyan Abel Ramdhon | Editor: Wahyu Widiyantoro
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robbyan Abel Ramdhon
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK BARAT – Ary Juliyant musisi folk kelahiran Bandung yang bermukim di Lombok menyebut gerakan bermusiknya sebagai musik gerilya.
Ary Juliyant yang pernah tur ke Eropa ini tidak mengartikan gerilya dalam konteks perang bersenjata.
Arti ‘gerilya’ dalam gerakan musiknya sebagai sikap lain dari aksi musik yang berbeda dari arus yang tercipta atas kehendak pasar industri hiburan.
Dalam KBBI, gerilya berarti cara berperang yang tidak terikat secara resmi pada ketentuan perang.
Gerilya dilakukan secara tersembunyi dan tiba-tiba, kecil-kecilan dan atau tidak terbuka.
Baca juga: Pemilik Warung Lalapan di Senggigi Menghadapi Pandemi Covid-19, Bertahan Hidup sampai Jual Motor
Baca juga: Dipanggil Kembali Jadi Marshal MotoGP, Petani Ini Ceritakan Momen Tak terlupakan saat WSBK
Ary menceritakan bagaimana mulanya ia tidak pernah bercita-cita menjadi musisi saat ditemui TribunLombok.com di Rumah Kucing Montong, Meninting, Batu Layar, Lombok Barat, Minggu (6/2/2022).
“Saya dulu ingin jadi perupa, tapi perjalanan tidak memberikan saya ke hal itu,” ungkap pria kelahiran 1964 itu.
Musisi yang baru saja merilis album di Spotify bertajuk Pre Milenium itu berucap menjadi musisi bukanlah hal yang pernah dia cita-citakan sebelumnya.
“Musik bagi saya perjalanan yang tidak pernah saya duga,” sergahnya.
Jika ditanya mengenai jumlah album yang sudah dilahirkannya, Ary tidak bisa memastikan.
Dari penjelasannya, ia telah menerbitkan setidaknya 30 album dari awal karirnya di tahun 90-an.
Album pertamanya berjudul ‘Overhang’ lahir tahun 1988 menyusul album-album lain hingga ia meneruskan perjalanan karirnya di Lombok tahun 1998.
Sebagai musisi dengan sikap gerilya, Ary sempat bergurau soal orang-orang yang pernah membajak albumnya.
Dengan nada tenang ia berkomentar, “Saya kan rebel.”
Selama berkarir di Lombok, Ary sempat mengaku kesulitan dalam beradaptasi.
Menurutnya, banyak hal, terutama di sisi kebudayaan yang membuatnya perlu mencari strategi baru untuk memposisikan diri sebagai seorang seniman.
Ia menyadari, seiring berjalanannya waktu, berbagai perubahan dalam dunia musik Lombok maupun Indonesia secara umum mulai banyak berubah.
“Sekarang jaman sudah berbeda, ada perubahan signifikan terutama dalam hal teknologi, cara distribusi (konten) dan sebagainya,” jelasnya.
Baca juga: Keunikan Bukit Jokowi dan 360° di Sirkuit Mandalika, Fasilitas VVIP hingga Lihat Seluruh Tikungan
Baca juga: Benang Stokel dan Benang Kelambu, Dua Air Terjun di Satu Kawasan Destinasi Wisata Lombok Tengah
Menurut ceritanya, kini para pegiat musik tidak lagi membedakan latar belakang mereka dengan menyebut indie label atau mayor label.
“Sekarang semua sama, ada pergeseran pendekatan musik ke masyarakat melalui ruang-ruang baru,” tandasnya.
Pria yang sering dijuluki Presiden Indie Indonesia itu pun membenarkan jika sekarang istilah mengenai musisi lokal dan musisi nasional sudah tidak berlaku.
“Sedaerah-daerahnya musisi lokal sekarang bisa go internasional,” katanya.
Ary juga mengatakan, teknologi komunikasi zaman sekarang semakin memungkinkan pendengar dapat mengakses karya-karya musisi dengan mudah.
“Kita atau semua di mana pun sedang mencoba menyesuaikan dengan kondisi yang ada,” pugkasnya.
Sambil menyesuaikan dengan perkembangan zaman, Ary Juliyant tetap menjalankan gerakan gerilyanya dalam bermusik dengan berkeliling dari satu daerah ke daerah lain.
Tahun 2022 ini, ia telah merencanakan sebuah tour gerilya bertajuk Bunyi, Rupa, dan Semesta.
Tahun-tahun sebelumnya pada kisaran 2011-2013, Ary Juliyant bahkan pernah melakukan tour mulai dari daerah-daerah di Indonesia, India, hingga Eropa.
(*)