Wisata Lombok
Menengok Kondisi Taman Wisata Alam Suranadi, Pengunjung Berkurang Jumlah Monyet Kian Banyak
Sejak pandemi Covid-19 jumlah pengunjung ke Taman Wisata Alam Suranadi, Lombok Barat menurun drastis. Kondisi ini membuat penghasilan pedagang menurun
Penulis: Robbyan Abel Ramdhon | Editor: Sirtupillaili
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robbyan Abel Ramdhon
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Dipenuhi pepohonan, aliran sungai, sentra kuliner, dan keragaman satwa membuat kawasan wisata Suranadi menjadi favorit wisatawan lokal maupun turis asing.
Kawasan wisata Suranadi, Kecamatan Narmada, Lombok Barat terletak 17 kilometer ke arah timur Kota Mataram, dengan waktu tempuh 1 jam mengendarai motor.
Selain pemandangan alam, Suranadi juga terkenal dengan kuliner sate bulayaknya.
Sate bulayak merupakan kuliner khas Lombok berupa daging sapi dan ayam.
Kemudian dibumbui dengan rempah-rempah dasar seperti cabai, tomat, laos, kecap, minyak, yang didampingi lontong seukuran sejengkal.
Lontong dalam bungkus daun kelapa itulah yang disebut bulayak.
Baca juga: Sandiaga Uno Pidato Pengembangan Ekonomi Umat saat Muktamar, Selaras Dukungan NWDI pada Wisata Halal
Mariniati (35), pedagang sate bulayak di Suranadi menuturkan, dia telah berjualan di sana sejak usia 10 tahun.
Kini ia menjadi penerus keluarganya menggeluti usaha tersebut.
“Di sini sewanya murah juga, Rp 35 ribu, listrik Rp 10 ribu, petugas kebersihan Rp 10 ribu,” ungkapnya.
Setiap harinya, Mariniati menghabiskan 10 kilogram daging ayam dan 10 kilogram daging sapi untuk diolah menjadi sate bulayak.
Sementara lontong bulayak dibelinya dari warga setempet.
Per hari ia bisa menjual sebanyak 50 biji bulayak dengan ratusan tusuk sate bulayak.
“Hari-hari biasa dapat Rp 700 ribu, akhir pekan Rp 2 juta, kalau dulu sebelum pandemi bisa sih Rp 4 juta,” jelas ibu anak satu itu.
Untuk per porsi sate bulayak, pengunjung dapat membelinya dengan harga Rp 25 ribu, sementara satu buah kelapa muda yang menemaninya bisa dibeli dengan harga Rp 10 ribu.
Kendati bisa mendapatkan omzet hingga ratusan ribu, menurut Mariniati, selama pandemi Covid-19 pengunjung semakin berkurang.
Baca juga: Jelang MotoGP Mandalika, Dispar NTB Angkat Potensi Wisata Lokal Melalui Travel Mart
Pendapat senada disampaikan pihak pengelola Taman Wisata Alam Suranadi, Narinah.
Dari pengamatannya, pengunjung yang dulunya bisa mencapai empat ratus orang, kini kisaran 50-100 orang.
“Selama sebelas tahun saya bertugas di sini, baru pas pandemi ini benar-benar terasa sepi,” kenangnya.
Dia menyebutkan, kawasan taman wisata alam tempatnya bertugas memiliki luas sebesar 52 hektare.
Diakui Narinah, taman wisata alam Narmada rutin mendapatkan perawatan walaupun sepi pengunjung.
Namun beberapa bagian seperti fasiltias penunjang berupa toilet dan tempat kemah seringkali luput dari pengawasan hingga tampak terbengkalai.
“Dulu harga masuk tiket cuma Rp 2 ribu, sekarang sudah Rp 5 ribu, hitungannya masih murah, tapi jarang ada yang mau masuk. Kecuali mahasiswa-mahasiswa yang sering pinjam tempat buat acara-acara,” tandasnya.

Kedatati demikian, belum ada agenda promosi yang dilakukan pihak Taman Wisata Suradani.
“Orang ke sini kan mau nikmati suasana yang sejuk. Mereka tahu dari mulut ke mulut saja, cerita teman-temannya,” ujarnya.
Narinah menambahkan sambil bergurau, di kala pengunjung semakin berkurang jusru monyet semakin banyak.
“Tapi monyetnya makin banyak, ada mungkin sudah lima ratusan ekor lebih,” pungkasnya.
Monyet merupakan salah satu jenis satwa yang banyak ditemui di Taman Wisata Alam Suranadi, Lombok Barat.
(*)