Wisata NTB
Keunikan Desa Adat Senaru Lombok Utara, Rumah Dibangun Abad ke-14 hingga Honeymoon Bed
Desa Adat Senaru di Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, NTB sangat familiar di kalangan wisatawan, khususnya pendaki Gunung Rinjani
Penulis: Sirtupillaili | Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK UTARA – Desa Adat Senaru di Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB) sangat familiar di kalangan wisatawan, khususnya pendaki Gunung Rinjani.
Desa wisata yang berada di kaki Gunung Rinjani ini menjadi favorit para pelancong asing maupun wisatawan nusantara yang berkunjung ke Lombok.
Tidak hanya indah dengan pemandangan alamnya, desa ini juga punya daya tarik karena masyarakatnya mempertahankan adat istiadat dan tradisi nenek moyangnya.
Dengan keunikannya, Desa Senaru kini mewakili NTB dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021.
Baca juga: Lombok Utara Siapkan Payung Hukum Pengembangan Desa Wisata
Tapi belum banyak yang tahu rumah-rumah tradisional di desa ini memiliki keunikan dan nilai historis tinggi.
Di samping itu, Desa Senaru kini juga memiliki pemandu wisata wanita atau woman guide.

Pemandu wisata wanita ini jarang dimiliki desa adat lain di Lombok, bahkan di Indonesia. Terlebih guide wanita masih dianggap tabu bagi sebagian masyarakat adat.
Karniwati (20), salah satu woman guide Desa Senaru yang ditemui TribunLombok.com beberapa waktu lalu, dengan ramah menjelasan tentang keunikan kampung halamannya.
Baca juga: Ganjar Pranowo Sempat Mencoba Atraksi Peresean di Desa Sade, Lombok Tengah
Karniwati menjelaskan, masyarakat adat wetu telu yang ada di Desa Senaru merupakan umat muslim.
Tapi yang membedakan dengan muslim lain, mereka masih mempertahankan hukum adat dan budaya yang diwariskan sejak zaman nenek moyang.
Hal itu ditegaskan Karniwati karena banyak yang salah paham tentang komunitas masyarakat adat di desa tersebut.
Di desa adat tersebut terdapat kepala adat yang disebut Amaq Lokaq.
Setiap ada acara adat mereka melakukannya di rumah Amaq Lokaq. Seperti lebaran adat dan upacara lainnya,semua itu dilakukan di rumah Amaq Lokaq.
”Ketika masyarakat Sasak mau naik ke Rinjani biasanya kami datang dulu ke Amaq Lokaq untuk minta izin, dia yang akan melakukan kontak dengan penuggu gunung,” katanya.
Malam sebelum orang naik ke Gunung Rinjani, Amaq Lokaq melakukan ritual lekoq buaq. Semacam ritual untuk memberitahu atau permisi kepada penunggu, bahwa akan ada kunjungan ke Gunung Rinjani.
Baca juga: Geliat UMKM Jelang Superbike di Lombok, Desain Produk Berbentuk Sirkuit Mandalika
Sehingga mereka tidak diganggu, biarkan pendaki aman dan selamat.
”Paginya Amaq Lokaq memberikan sembeq kepada kami, sehingga kami siap jalan. Dijamin kami bisa selamat sampai di sana dan kembalinya,” jelas Karniwati.
Semua itu merupakan nilai-nilai kearifan lokal yang masih dipertahankan masyarakat adat Senaru sampai saat ini.
Rumah Adat Abad ke-14
Selain mempertahankan adat, tradisi, dan budaya, warga Desa Senaru juga masih mempertahankan bentuk rumah kampung adat yang dibangun sejak abad ke-14.
Karniwati menjelaskan, di Desa Adat Senaru terdapat 20 rumah adat.
Masing-masing rumah hanya terdapat satu ruangan tetapi bisa ditempati 2-3 keluarga dengan jumlah orang 6-8 jiwa.
Berdasarkan cerita orang tua mereka, rumah-rumah adat di Senaru sudah ada sejak abad ke-14.
Bentuk bangunan rumah adat tersebut sampai saat ini masih dipertahankan. Namun beberapa bagian rumah dipugar agar tetap kuat. Seperti dinding pagar, dan atap yang diganti sekali dalam tiga tahun.
”Tapi bentuknya tetap sama,” tutur Karniwati.
Rumah adat tersebut hanya terdapat satu ruangan yang bisa ditempati hingga 8 orang.

Di dalam rumah ini terdapat satu ruangan khusus di bagian tengah untuk ritual adat seperti lekoq buaq. ”Hanya kepala keluarga saja yang boleh masuk di sini,” katanya.
Kemudian terdapat amben beleq atau tempat tidur besar. Amben beleq ini tidak dipakai untuk tidur setiap hari.
Baca juga: Lima Desa Wisata Ini Bisa Dikunjungi saat Datang Nonton Superbike di Sirkuit Mandalika
Amben beleq hanya digunakan ketika ada anak laki-laki yang menikah.
Ketika mereka menikah, setelah ritual perkawinan, malamnya pengantin harus tidur di tempat itu.
”Jadi bisa dibilang seperti honeymoon bed,” katanya.
Di dalamnya hanya ada dua tempat tidur. Satu tempat tidur untuk orang tua dan satu tempat tidur untuk anak gadis.
Tempat tidur orang tua berada di dekat pintu.
Hal itu sengaja dilakukan untuk menjaga anak gadis mereka agar tidak dicuri oleh lelaki. Karena tradisi kawin lari masih kental di Desa Senaru.
”Tradisinya di sini masih kawin lari, perempuannya diculik untuk kawin, tidak ada acara lamaran. Tapi itu atas kesepakatan dua belah pihak, laki-laki dan perempuan,” katanya.
Dalam satu ruangan itu juga sudah termasuk bagian dapur, tempat masak dan makan.
”Kalau tidak cukup tempat tidur di ranjang, biasanya anak laki-laki tidur di lantai,” katanya.
Saat usia anak laki-laki menginjak 17 tahun ke atas mereka tidur di luar, di berugak.
”Jadi untuk makan semuanya di sini,” ujarnya.
Untuk kamar mandi dan buang air, semua dilakukan di luar atau toilet umum, karena rumah adat tidak memiliki kamar mandi sendiri.
Jalur ke Senaru
Baca juga: Masuk 50 Besar ADWI 2021, Tiga Desa Ini Wakili NTB di Ajang Desa Wisata Indonesia
Desa Senaru yang berad di kaki Gunung Rinjani berjarak sekitar 93,8 kilometer dari Kota Mataram dengan waktu tempuh 2 jam 18 menit.
Untuk menuju desa ini bisa melalui jalur wisata Senggigi atau jalur maupun Pusuk.
Selain desa adat beragam keindahan alam bisa dinikmati di Senaru. Seperti air terjun Sendang Gila, air terjun Tiu Kelep dengan pemandangan hutan yang masih asri.
Di kawasan ini juga banyak terdapat penginapan dan fasilitas wisata yang bisa dinikmati wisatwan.
(*)