Wisata NTB
7 Alasan Desa Tetebatu Lombok Layak Wakili Indonesia di Kompetisi Desa Wisata Dunia
Desa Tetebatu, Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur NTB akan mewakili Indonesia di ajang Best Tourism Village 2021
Penulis: Sirtupillaili | Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR – Desa Tetebatu, Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) akan mewakili Indonesia di ajang Best Tourism Village 2021.
Ajang ini diselenggarakan United Nations World Tourism Organization (UNWTO), organisasi pariwisata dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Desa Tetebatu akan menjadi salah satu kadidat mewakili Indonesia dalam ajang internsional tersebut.
Taufan Rahmadi, pemerhati pariwisata nasional mengatakan, Desa Tetebatu sangat layak menjadi kandidat desa wisata terbaik dunia.
Setidaknya tujuh aspek penting yang membuat Desa Tete Batu layak ikut berkompetisi dalam ajang tersebut.
Baca juga: Wisata Kuliner: Nikmatnya Menyantap Nasi Lindung di Warung Jamaq-jamaq Mataram
Pertama, hutan Tete Batu di Selatan Rinjani nerkontribusi terhadap perubahan iklim global.
”Hutan tropis Tetebatu membantu menstabilkan iklim dunia dengan menyerap karbon dioksida dari atmosfer,” katanya, Sabtu (14/8/2021).

Pembuangan karbon dioksida ke atmosfer diyakini berpengaruh terhadap perubahan iklim melalui pemanasan global.
Baca juga: Vaksinasi di Gili Trawangan, Pelaku Wisata, Warga hingga Turis Asing Dapat Vaksin Covid-19
Oleh karena itu, hutan hujan Tetebatu memiliki peran penting dalam mengatasi pemanasan global hari ini.
Selain itu, hutan selatan Rinjani di Tetebatu merupakan rumah bagi flora dan fauna endemik nasional.
Kedua, menjunjung tinggi toleransi dan perdamaian dunia.
Desa Tetebatu berdampak positif pada tonggak awal perdamaian dunia dalam konteks saling pengertian dan toleransi di desa-desa pedalaman.
Hal ini setidaknya dimulai dengan Desa Tetebatu yang menjadi desa wisata sejak tahun 1930 hingga sekarang.
”Tentu saja, melihat keragaman suku, agama, budaya, dan latar belakang pengunjung di seluruh dunia berpotensi menjadi ancaman terutama daerah pedesaan,” katanya.
Representasi Desa Wisata Tetebatu, menurutnya akan membuka transformasi inklusivitas universal perdamaian dan kerukunan internasional dalam konteks daerah pedalaman.
Ketiga, pergeseran paradigma lokal dalam hal pariwisata negatif.
Masyarakat pedesaan di hampir seluruh pulau nusantara mendiskreditkan posisi perempuan yang bekerja di sektor pariwisata.
Keberadaan mereka tidak diterima dengan baik oleh masyarakat jika mereka sudah bekerja di sektor pariwisata.
Biasanya mereka akan menjadi keluarga yang terbuang dan dipojokkan oleh lingkungannya sendiri.
Paradigma ini kemudian dilawan dengan keberadaan desa wisata Tetebatu.
Mereka memperkenalkan nilai-nilai inti pariwisata dengan melibatkan tokoh agama, budaya, tokoh masyarakat, untuk mengatur kesetaraan individu, hak, dan kesempatan yang sama dalam kesataraan gender.
Dengan demikian, perempuan berperan sangat penting dalam pembangunan Desa Tetebatu.

Keempat, aspek keaslian desa.
Keindahan bentang alam, perkebunan, pertanian, peternakan, perbukitan, air terjun, budaya, seni dan tradisi masih melekat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Ini menjadi paduan nilai yang sangat tinggi untuk dilestarikan.
Dijaga dan dirawat dengan langkah awal pelibatan masyarakat.
Dalam aspek ini, masyarakat sangat ramah dan terbuka terhadap pengunjung.
Layanan inilah yang kemudian menjadi nilai tambah yang membuat pengunjung nyaman dan aman.
”Alhasil, tak sedikit tamu yang menjadikan tuan rumah sebagai ayah atau ibu angkatnya sendiri di Tetebatu dan sering kembali berkunjung,” kata Taufan, yang ditunjuk Menparekraf Sandiaga Uno mengawal Desa Tetebatu menuju best tourism village 2021.
Kelima, salah satu pelopor desa wisata di kawasan timur Indonesia.
”Banyak pengunjung mengatakan Tetebatu adalah Ubud kedua yang dulu ada,” ujarnya.
Perbedaan yang paling dominan adalah keberadaan seni dan kultur masyarakat setempat.
Namun dalam konteks subtansi tradisi pedesaan dan alam memiliki karakteristik yang sama.
Sejak kedatangan dr Soedjono di Tetebatu tahun 1920, Tetebatu menjadi rumah bagi pengunjung dari seluruh dunia di Lombok yang difasilitasi Soedjono.
Desa Tetebatu memotivasi perkembangan desa wisata lainnya di kawasan timur Indonesia sebagai daerah exsplorasi lanjutan.
Keenam, memiliki pendidikan anak usia dini atau sekolah PAUD pariwisata.
”Menariknya, Tetebatu memiliki PAUD Pariwisata sebuah taman kanak-kanak, dimana seluruh rangkaian kegiatan mengenalkan lingkungan, budaya, dan toleransi telah diperkenalkan sejak dini,” katanya.
Baca juga: Tete Batu Lombok Timur Wakili Indonesia di Kompetisi Desa Wisata Terbaik Dunia 2021
Kegiatan ini jarang dilakukan desa wisata pedalaman lainnya.
Lingkungan ini kemudian membentuk kepribadian anak-anak yang inklusif terhadap kemajuan pariwisata secara universal.
Hal ini juga sering sebagai lokus pemahaman lintas budaya (cross culture understanding).
Tidak jarang anak-anak dari keluarga pengunjung internasional memilih tempat ini untuk menitipkan anak-anaknya.
Sehingga mereka belajar aktivitas sehari-hari dan menjadi lingkungan bermain bersama.
Desa Tetebatu yang berada pada desa pedalaman telah menyematkan destinasi ramah anak dan keluarga.
Sehingga memberikan rasa aman dan nyaman pada pengunjung internasional.
Ketujuh, kehidupan lokal yang harmonis antara lingkungan, economi, dan sosial budaya.
”Suasana desa yang damai sangat ideal bagi pengunjung yang ingin beristirahat dan bersantai mencari ketenangan,” katanya.
Sungai yang terbentuk di kaki gunung Rinjani memberikan energi positif bagi pikiran dan motivasi hidup serta melakukan aktivitas selanjutnya.
Hal ini didukung pula keseimbangan kearifan lokal.
Kesetaraan gender, rantai penggerak ekonomi lokal, sosial budaya, dan kelestarian lingkungan yang berkelanjutan.
Potensi inilah yang dibentuk menjadi wisata berbasis masyarakat Tetebatu untuk merasakan pengalaman hidup pedesaan bersama penduduk lokal dengan mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal.
(*)