Demo Mahasiswa dan Ojol di Mataram
Tersangka Dilarang Bertemu Keluarga, Pengacara Soroti Dugaan Pelanggaran KUHAP
Mereka diduga ditolak masuk dengan alasan tersangka masih ditempatkan di ruang isolasi.
Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Idham Khalid
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Penasehat hukum dan keluarga pria inisial LLA, salah satu tersangka kasus dugaan perusakan saat aksi demonstrasi di Markas Polda NTB, 29 Agustus 2025 lalu, diduga tidak diberi kesempatan untuk bertemu.
Kedatangan keluarga dan kuasa hukum ke Polda NTB pada Selasa (9/9/2025) berujung kekecewaan. Mereka diduga ditolak masuk dengan alasan tersangka masih ditempatkan di ruang isolasi.
Mega, salah satu pengacara tersangka, menyatakan pihaknya sudah mengajukan permintaan resmi kepada penyidik untuk menjenguk. Namun, permintaan itu ditolak.
“Hari ini kami dan keluarga meminta kepada penyidik untuk bertemu dengan tersangka. Namun oleh penyidik disampaikan tidak memberikan izin masuk kepada penasehat hukum dan keluarga karena sedang di ruang isolasi,” ungkap Mega.
Penolakan ini dinilai melanggar hak dasar tersangka sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana. Badarudin, penasehat hukum lainnya, menegaskan hak tersangka untuk bertemu keluarga maupun pengacara dijamin oleh undang-undang.
“Larangan bertemu dengan keluarga dan penasehat hukum merupakan sikap dan tindakan yang bertentangan hak tersangka sebagaimana di atur dalam Pasal 60 Kitab KUHAP” tegas Badarudin.
Baca juga: Demo di Kantor DPRD Lombok Timur, Massa Soroti Aktivitas Tambang Ilegal
Pasal 60 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan keluarga maupun pihak lain guna mendapatkan jaminan penangguhan penahanan ataupun bantuan hukum.
Selain itu, penempatan tersangka di ruang isolasi juga dipersoalkan. Menurut Badarudin, langkah tersebut lazim dilakukan terhadap kasus terorisme, bukan tindak pidana perusakan barang sebagaimana sangkaan Pasal 170 jo 406 KUHP yang dituduhkan kepada kliennya.
“Penempatan tersangka di ruang isolasi menjadi pertanyaan besar bagi kami penasehat hukum,” ujarnya.
Kekhawatiran juga muncul terkait kondisi kesehatan dan keselamatan tersangka selama di ruang tahanan.
“Apakah tersangka dalam keadaan baik-baik saja atau tidak? Apakah tersangka tidak mengalami tindakan kekerasan, intimidasi, atau kekerasan fisik selama berada ditahanan? Pertanyaan ini menjadi kekhawatiran kami, sebab tersangka sudah seminggu lebih berada di ruangan tahanan sejak 2 September 2025,” lanjutnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Polda NTB belum memberikan keterangan resmi terkait alasan penolakan kunjungan serta penempatan tersangka di ruang isolasi.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.