Lebih jauh, legislator dari Dapil Kecamatan Mataram itu menegaskan bahwa Kota Mataram, sebagai ibu kota Provinsi NTB, seharusnya menjadi teladan dalam perlindungan anak.
Ia mengutip pernyataan Gubernur NTB bahwa empat langkah dari pendopo sudah masuk wilayah Kota Mataram, artinya kota ini berada dalam sorotan utama.
Penanganan kehamilan remaja tidak bisa ditunda dan harus dilakukan secara terpadu dan terencana. Ia pun mendorong dibentuknya forum khusus lintas sektor untuk menekan angka pernikahan dan kehamilan anak.
“Ini bukan waktunya saling menyalahkan, mari kita bersama-sama mencari solusi terbaik,” tandasnya.
Sebagai informasi, kasus kehamilan remaja di Kota Mataram sepanjang tahun 2024 mencapai 113 kasus, menurut data Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram.
Meski jumlah ini tergolong paling rendah kedua di NTB setelah Kota Bima, angka tersebut tetap mengkhawatirkan.
Sebagai perbandingan, Lombok Tengah mencatat 886 kasus dan Lombok Timur 779 kasus.
Ketua LPA Mataram, Joko Jumaidi, menyebut kehamilan remaja berkaitan erat dengan pernikahan anak dan berdampak negatif pada kesehatan serta psikologis anak.