TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatensi kasus tewasnya Brigadir Nurhadi, anggota Propam Polisi Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) di kolam renang sebuah vila di Gili Trawangan, Lombok Utara, NTB pada 16 April 2025 lalu.
Sejauh ini, ada tiga permohonan perlindungan diajukan ke LPSK, yakni, istri Brigadir N mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK berupa Bantuan Rehabilitasi Psikologis, Penghitungan Restitusi, dan Bantuan Biaya Hidup sementara, dan Layanan Pemenuhan Hak Prosedural.
Sedangkan tersangka MPS mengajukan diri menjadi Justice Collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama. Seorang saksi lainnya, mengajukan permohonan perlindungan berupa Layanan Pemenuhan Hak Prosedural.
Selain itu, dalam upaya mendorong proses hukum dalam kasus ini, LPSK bertemu dengan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTB Wahyudin dan Wakil Kepala Polisi Daerah NTB Brigjen Hari Nugroho.
Pertemuan tersebut bagian dari koordinasi, membangun kolaborasi dan sinergitas LPSK dengan aparat penegak hukum khususnya terkait adanya permohonan JC kepada LPSK.
Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati yang turun langsung dalam langkah proaktif ini mengatakan, atensi LPSK terhadap kasus ini cukup besar dan berharap dapat membantu penegak hukum dalam mencari dan menemukan kejelasan tindak pidana yang terjadi.
“Penelaahan yang sedang dilakukan ini masih analisis awal, termasuk memutuskan JC layak diberikan atau tidak. Penghargaan bagi JC dapat diberikan jika tersangka memang dapat membuat sebuah kasus menjadi terang,” ungkapnya dalam keterangan resmi yang diterima, Senin (28/7/2025).
Sebelumnya, Polda NTB menetapkan tiga tersangka dalam kasus tewasnya Brigadir Nurhadi yakni Kompol IMY, Ipda HC, dan MPS. Para tersangka dijerat dengan Pasal 351 ayat 3 KUHP dan/atau Pasal 359 jo Pasal 55 KUHP yang berkaitan dengan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian.
Dalam pertemuan dengan Kajati NTB, bahasan JC mengemuka. Wahyudi menegaskan, JC diberikan untuk yang berani jujur mengungkapkan dalang di balik peristiwa. Kesaksian yang diberikan bukan hanya untuk membantu dirinya sendiri, tapi untuk membuat terang suatu peristiwa tindak pidana.
Saat ini LPSK masih melakukan penelaahan untuk mengumpulkan informasi mengenai sifat pentingnya keterangan. LPSK juga akan melakukan analisis dari tim psikolog serta analisis kemungkinan ancaman yang diterima.
Baca juga: Permohonan Justice Collaborator Tersangka Misri dalam Kasus Tewasnya Nurhadi Masih Ditelaah LPSK
Selain itu, proses penelaahan keterangan, surat, atau dokumen yang terkait untuk mendapatkan kebenaran atas permohonan tersebut juga dilakukan sebelum diterimanya permohonan perlindungan.
Upaya proaktif yang dilakukan LPSK sesuai dengan mandat Pasal 29 ayat 2 UU 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam hal tertentu LPSK dapat memberikan Perlindungan tanpa diajukan permohonan.
Tindakan proaktif dilakukan LPSK untuk memenuhi akses keadilan masyarakat lewat mempercepat proses perlindungan dan pemenuhan hak saksi dan korban dengan melakukan penjangkauan melakukan investigasi, pengumpulan informasi dan memberikan informasi mengenai hak-hak saksi dan korban.
Tindakan Proaktif LPSK pada 2024 mencapai 154 kasus dan hingga Juli 2025 39 kasus. Sedangkan pemohon perlindungan sebagai Justice Collaborator pada 2025 (Januari-Juli) sebanyak 10 permohonan.
(*)