Opini

Surfing, Dialog, dan Ekosistem Pariwisata yang Menyejahterakan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aktivis pegiat sosial dan peneliti pada Lombok Riset Center Amir Mahmud. Potensi surfing Teluk Ekas harus menjadi berkah buat semua orang tapi tidak juga dengan mengabaikan kepentingan masyarakat setempat.

Oleh : Amir Mahmud 
Peneliti pada Lombok Riset Center 

Sebelum boatman pembawa turis asing berselancar alias surfing menjadi viral dan heboh, gara-gara di minta meninggalkan lokasi surfing di perairan teluk ekas oleh Bupati Lombok Timur, surfing sejak lama sudah menjadi icon kemewahan. Dalam sejarahnya, surfing atau selancar pertama kali di perkenalkan di wilayah Hawaii dan Polinesia. 

Surfing kemudian dikenal masyarakat luas berkat penulis amerika, Jack London dan peselancar Hawaii George Freeth dan Duke Kahanamoku. Olah raga selancar tersebut menyebar dengan cepat di California dan Australia. Surfing merupakan olah raga air. Surfing membutuhkan kekuatan, keseimbangan dan koordinasi tubuh yang baik untuk mendayung. Pada akhirnya surfing tidak hanya menjaga kesehatan tubuh dan membentuk keterampilan fisik dalam menunggangi gelombang yang pecah tetapi juga menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat yang berkerja dan menekuni dunia surfing dan pariwisata umumnya. 

Pada laman pemburuombak.com. surfing memberikan berapa pembelajaran berharga sebagai modal hidup, pertama: mengajarkan kita menjadi aktif; kedua, mengikuti kata hati; ketiga, mengajarkan mengerti kapan mengambil keputusan dalam hidup; keempat, mengajarkan kita tenang; kelima, mengajarkan rendah hati.

Nilai-nilai hidup yang diajarkan surfing cukup mendalam. Selayaknya ombak yang datang digerakkan hembusan angin terbaik dari angin lepas pantai. Dari situ para peselancar menemukan keindahan dalam kekuatan, keseimbangan dan konsistensi.

Namun begitu, surfing juga bagian dari proses gejala sosial. Dan dalam dinamika sosial selalu ada tantangan dan konflik yang terjadi. Itulah yang terjadi beberapa hari lalu di tengah perairan teluk ekas sebagai sport surfing bagi para penikmat olah raga air tersebut.

Dua atau tiga hari belakangan ini, video Bupati Lombok Timur, H. Haerul Warisin, viral di jagad media sosial. Terekam pak bupati mengingatkan para boatman yang membawa wisatawan asing berselancar di wilayah Teluk ekas dengan nada agak marah. Dan itu viral. Seketika jagad media sosial dengan algoritma meta menyebar dan menuai pro dan kontra penduduk dunia maya.

Kecepatan teknologi informasi menyebarkan peristiwa itu mengundang respons banyak pihak. Dari amaq agus sampai bapak kadis. Dari dian cungkring sampai anggota legislatif. Dari tukang service sampai aktivis. Lintasan respon itu menyiratkan gambaran peristiwa tersebut memiliki makna serius dalam arus komunikasi warga. 

Dalam perspektif sosiologi peristiwa tersebut disebut sebagai interaksi sosial. Oleh Auguste Comte, seorang pelopor ilmu sosiologi, interaksi sosial adalah perubahan bentuk suatu masyarakat dari fase proses sosial yang terjadi antar individu. 

Peristiwa pengusiran yang terjadi di perairan teluk ekas oleh Bupati Lombok Timur itu adalah bentuk interaksi. Namun interaksi yang amat berjarak. Satu sisi mewakili entitas politik dan sisi lain mewakili entitas ekonomi. Keduanya dalam sosiologi mewakili struktur sosial dan mewakili lembaga sosial. Artinya keduanya adalah entitas sosial yang dalam sosiologi harus ditemukan titik equilibrium atau titik keseimbangannya.

Apa yang dilakukan Bupati Lombok Timur sebagai wujud tanggung jawab moral pemimpin politik. Memberi suport moral kepada warganya atas aktivitas ekonomi yang "dieksploitasi" oleh masyarakat yang notabene bukan dari wilayah lombok timur yang terjadi di wilayah perairan teluk ekas. Walaupun kemudian menuai kecaman juga pro dan kontra dari banyak pihak dan elemen masyarakat. Banyak argumentasi sinis kemudian menyikapi sikap Bupati Lombok Timur tersebut. 

Dari peristiwa itu gesekan sosial terus berkembang menjadi isu primordial kewilayahan. Arus informasi media sosial dengan cepat memproses isu-isu itu menjadi viral berkat sistem algoritmanya.

Semua platform media sosial menjadi ramai oleh arus komunikasi dan interaksi antara pro dan kontra. Antara penduduk lombok timur dan lombok tengah. Semua merasa perlu memberi komentar, statement, masukan dan tidak lepas juga kritik. Bahkan pada titik yang paling rendah: hujatan dan provokasi. 

Sejauh itu interaksi sosial yang berlangsung akibat satu peristiwa sosial yang terjadi dalam arus ekonomi politik warga di perairan teluk ekas. Tapi bagaimanapun gejala sosial itu terjadi kita perlu bertemu dalam satu titik  kesepahaman untuk saling memahami sebagai titik keseimbangan untuk menjaga agar dinamika sosial tetap berjalan secara teratur dan damai. 

Ruang Dialog

Halaman
12

Berita Terkini