Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - PT Autore Pearl Culture bersikukuh untuk tetap melakukan budidaya mutiara di kawasan Sekaroh Kabupaten Lombok Timur.
Alasannya wilayah tersebut merupakan area budidaya yang menghasilkan kualitas mutiara terbaik.
Direktur PT Autore Pearl Culture Bakri Razak menjelaskan asal muasal perusahaan budidaya mutiara ini menempati kawasan di tenggara Pulau Lombok tersebut.
Kini area yang dikenal dengan blok D itu statusnya diubah menjadi zona pariwisata.
Baca juga: Komoditas Vanili dan Mutiara NTB Tembus Pasar Amerika
Aktivitas budidaya di blok D tersebut menjadi sorotan, lantaran perubahan Perda Nomor 5 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Saat awal memulai investasi budidaya mutiara pada tahun 2001 hingga 2005, perusahaan yang berpusat di Australia itu mendapatkan lima titik koordinat di wilayah Sekaroh.
Namun hanya dua titik yang bisa direalisasikan.
"Tiga titik ini belum karena memang ada berbagai persoalan seperti benturan dengan masyarakat nelayan dan area tersebut juga digunakan untuk berteduh," kata Bakri, Kamis (30/1/2025).
Akhirnya perusahaan melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah sehingga mendapat rekomendasi untuk menempati area di luar lima titik koordinat tersebut yakni blok D.
"Tapi realisasi kami pindah tahun 2011 karena cukup lama kami bicarakan," kata Bakri.
Dalam perjalanannya, Pemerintah Provinsi NTB mengubah Perda RTRW pada tahun 2024.
Menurut Bakri pihaknya tidak dilibatkan dalam pembahasan.
Baca juga: Indonesia Perkenalkan Mutiara Lombok pada Acara Tingkat Dunia di Jenewa
"Kami tidak tahu ada perubahan biasanya kalau ada perubahan ada diskusi dan sosialisasi," jelasnya.
Meskipun terjadi perubahan Perda RTRW tentang blok D menjadi kawasan pariwisata.
Namun dalam klausul, area tersebut dibolehkan untuk budidaya.
Hal itu juga yang menjadi alasan PT Autore Pearl Culture tetap beroperasi sampai saat ini.
Sementara CEO PT Autore Pearl Culture Francisco Bruno atau akrab disapa Ceko mengatakan, area budidaya itu merupakan penghasil mutiara terbaik dengan nilai investasi puluhan miliar.
"Kenapa karyawan bergantung dengan blok D karena karyawan yang di Labu Pandan (salah satu tempat budidaya lainnya di Lombok Timur) mengirimkan kurangnya untuk disuntik ke blok D," kata Ceko.
Ceko bahkan mengancam akan menutup perusahaan jika Blok D ditutup dengan risiko ratusan karyawan akan kehilangan mata pencahariannya.
(*)