Lombok Timur

DP3AKB Sebut Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Lombok Timur Alami Penurunan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Dinas DP3AKB Lombok Timur, H. Ahmat.

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Lombok Timuur (Lotim) dari rentang tahun 2020 hingga 2024 mengalami penurunan.

Hal ini sebagaimana disampaikan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana DP3AKB Lotim, H. Ahmat, saat giat gelar kasus kekerasan terhadap perempuan, yang berlangsung di Rupatama II Kantor Bupati, Rabu (11/12/2024)

Dikatakan Ahmat, bila melihat data dari tahun 2020 terjadi sebanyak 102 kasus, tahun 2021 sebanyak 111 kasus, tahun 2022 sebanyak 40 kasus, tahun 2023 sebanyak 41 kasus, dan tahun 2024 sebanyak 25 kasus.

Rentang tahun 2020 hingga 2024 ini setiap tahunnya ada penurunan ASN kasus yang cukup signifikan, hal ini bagian nyata kolaborasi semua pihak yang berjalan dengan optimal

"Capaian pengungkapan kasus ini semua berkat kerjasama semua pihak sehingga tingkat kekerasan terhadap anak dan perempuan di Lombok Timur terjadi penurunan," ucap Ahmat.

Ia menjelaskan, kendati menurun namun problem dasar seperti kekerasan pada keluarga juga menjadi aspek penting yang masih belum bisa tertangani.

Hal ini terlihat pula dari kasus kekerasan paling banyak terjadi di lingkungan keluarga. Seperti penelantaran anak dan kasus KDRT.

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak banyak yang dilakukan dengan kekerasan fisik, kekerasan psikis, penganiayaan, kekerasan seksual,perebutan hak asuh anak.

Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO) dan pengancaman.

Kasus-kasus tersebut dalam kurun waktu 3 tahun ini juga terjadi penurunan derastis.

Disampaikan Ahmat, ini juga merupakan sebuah prestasi yang harus ditingkatkan di tahun berikutnya.

Ahmat, berharap peran aktif semua pihak terlibat mensosialisasikan regulasi terkait kekerasan terhadap anak dan perempuan, begitu juga terkait perkawinan anak.

"Semua elemen harus terlibat, tidak terkecuali pemerintah desa dan kelurahan agar bisa berperan aktif mensosialisasikan regulasi pencegahan perkawinan usia anak ini," jelas H Ahmat.

Ahmat menyampaikan Peraturan Daerah No 7 tahun 2024 tentang perlindungan prempuan dan anak, termasuk peraturan pencegahan perkawinan anak juga sudah di setujui, tinggal pengawalan Perda itu apakah bisa maksimal atau tidak. 

Terutama peran Pemdes sangat kita harapkan, karena ada unsur Karang Taruna dan bisa kerjasama dengan para remaja masjid untuk mensosialisasikan regulasi itu.

"Kami berharap kita semua bisa ikut mengawal regulasi tersebut mulai dari Perbub, Perda, hingga Perdes tentang pelarangan pernikahan anak," demikian Ahmat.

Berita Terkini