TRIBUNLOMBOK.COM, DOMPU – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram mengecam dugaan intimidasi oknum panitia deklarasi atau tim sukses salah satu pasangan calon bupati di Kabupaten Dompu kepada jurnalis Berita11.com, Safitri.
Tindakan ini dianggap tidak sejalan dengan prinsip-prinsip kebebasan pers dan bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
"Intimidasi terhadap jurnalis dalam menjalankan tugasnya merupakan pelanggaran serius sebagaimana bunyi pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," kata Ketua AJI Mataram, Muhammad Kasim alias Cem, dalam pernyataan sikapnya.
Cem menekankan ancaman dan intimidasi merupakan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 18 Ayat 1 UU Pers, yang dapat berujung pada hukuman penjara hingga dua tahun dan denda mencapai Rp500 juta.
“Cara-cara intimidasi ini tidak dapat ditoleransi. Apabila terdapat ketidakpuasan atau keberatan terhadap pemberitaan, pihak yang bersangkutan seharusnya menempuh jalur yang sesuai dengan kode etik jurnalistik dan peraturan hukum yang ada,” ujar Cem.
Baca juga: AJI Mataram Bantu Jurnalis Terdampak Banjir di Bima dan Sumbawa
Kasus ini bermula dari sebuah artikel berjudul "Anak-anak hingga Lansia Keracunan Massal Usai Konsumsi Nasi Bungkus dari Acara Deklarasi Calon Kepala Daerah di Dompu" yang ditulis Safitri dan dipublikasikan pada 7 Agustus 2024.
Artikel tersebut memicu keberatan dari salah satu oknum panitia deklarasi berinisial S yang mempertanyakan penggunaan istilah "massal" dalam judul dan isi berita. Dia keberatan meski data korban telah diverifikasi melalui sumber resmi seperti kepolisian dan Puskesmas Kempo.
AJI Mataram menganggap tindakan S yang memaksa Safitri untuk hadir di Dompu sebagai bentuk kekerasan psikologis yang berpotensi menimbulkan trauma.
AJI juga menekankan bahwa jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan, mereka berhak menggunakan hak koreksi sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Kode Etik Jurnalistik dan Pasal 7 Ayat 2 UU Pers.
“Undang-Undang Pers memberikan mekanisme yang jelas untuk menangani keberatan terhadap pemberitaan. Hak koreksi adalah salah satu jalur yang bisa ditempuh tanpa harus melakukan tindakan intimidasi,” jelas Cem lebih lanjut.
Cem juga mengingatkan agar tindakan intimidasi semacam ini tidak diulangi, karena selain merugikan jurnalis sebagai korban, tindakan tersebut juga dapat memberikan dampak negatif bagi citra pasangan calon yang didukung oleh pelaku.
Ia mengimbau agar semua pihak lebih mengedepankan dialog dan komunikasi yang baik dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang berkaitan dengan media.
Dalam pernyataannya, AJI Mataram juga mendapat dukungan dari berbagai organisasi profesi wartawan serta advokat dari LSBH NTB. Mereka sepakat bahwa insiden ini adalah contoh nyata dari kerentanan yang dihadapi jurnalis selama masa pemilihan 2024, khususnya di Kabupaten Dompu.
“Peristiwa ini mencerminkan tantangan terhadap demokrasi yang perlu disadari oleh semua pihak, terutama pasangan calon, agar lebih bijak dalam bertindak dan mengingatkan tim sukses serta simpatisan mereka untuk tidak melakukan tindakan yang dapat merusak kebebasan pers,” tutup Cem.
(*)