Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Sejumlah warga di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) mengeluhkan pelayanan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) karena dinilai belum maksimal memberikan layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Salah satu kasus yang menimpa Mawardi, warga asal Desa Terara diduga dimintai uang 200 ribu rupiah oleh pihak puskesmas, karena ketidaktahuan dirinya terdaftar sebagai penerima manfaat JKN.
Kasus Mawardipun mendapat sorotan dari Lembaga Perlindungan Konsumen (LPKSM-NTB).
Saat ditemui TribunLombok.com, Bendahara LPKSM-NTB Sura'yah mengakui kasus yang dialami oleh warga atas nama Mawardi tersebut.
"Kasus Mawardi saya langsung uruskan BPJSnya melalui LP2M, itu terbit dan sebelumnya kami bawa untuk dioperasi di RS Provinsi, dan alhamdulillah operasi berjalan lancara," ucapnya, Minggu (11/5/2024)
Namun, lanjut dia, dua minggu berselang karena terlambat ditangani Mawardi menghembuskan nafas terakhir.
"Beliau telah meninggal karena mengalami kangker rahang, selama sakit tidak berani berobat apalgi opname karena keadaan finansial yang sangat miris sehingga pengobatan pun tidak di lakukan," katanya.
Kasus Mawardi tambah miris, lantaran setelah dicek KTP ia resmi terdata di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dan ia juga telah terdaftar sebagai kepesertaan BPJS yang ditanggung oleh APBN.
Dengan kasus tersebut, Sura'yah menilai pelayanan BPJS belum maksimal.
Dikatakan Sura'yah akses BPJS bisa hanya dengan KTP. Namun masih banyak masyarakat awam yang belum paham dan belum yakin kalo cukup hanya dengan KTP.
"Mereka ingin memegang kartu BPJS, sehingga kami merasa upaya sosialisasi yang kami lakukan tersebut belum sepenuhnya bisa meyakinkan masyarakat, khususnya di Kabupaten Lombok Timur Dimana kendati dengan hanya menunjukkan KTP, masyarakat belum sepenuhnya bisa terlayani," sebutnya.
Diakuinya, persoalaan BPJS ini tidak bisa selesai hanya dengan menggunakan KTP saja, memgingat banyak masyarakat kerap ditanya kepemilikan BPJS, padahal hanya cukup menggunakan KTP.
"Dan Biasanya karena masalah NIKnya tidak sesuailah, tanggal lahir, bahkan domisilis, jadi mereka harus mempersiapkan berkas dulu, padahal orang masuk ke rumah sakit itu dia pertaruh nyawa," tegasnya.
Sehingga kata dia, banyak masyarakat yang mengeluh khusunya di desa Terara. Oleh karenanya, ia berharap pemerintah desa Terara juga memperbarui data masyarakat.
"Saya pribadi berharap pemerintah desa terara jugaa bila perlu mencetakkan kartu BPJS untuk masyarakatnya. Karena berdasarkan keluh kesah masyarakat dengan hanya bermodalkan NIK bisa mendapatkan akses layanan BPJS itu satu hal yang tabu bagi sebagian orang," harapnya.
Kasus serupa juga dialami salah seorang masyarakat asal desa Sukadana, Kecamatan Terara, Lombok Timur, Mahrif yang merasa dipersulit saat akan mengobati anaknya di salah satu rumah sakit di NTB.
"Saya sudah 2 tahun urus BPJS ini untuk berobat anak, tapi setiap kali urus di desa, pihak desa bilangnya sudah habis kuota," katanya.
Baca juga: Pasien Pengguna BPJS Kesehatan di RSUD Soedjono Selong Lombok Timur Capai 83 Persen di Tahun 2023
Bahkan sejak resminya kepesertaan BPJS bisa hanya menggunakan KTP sebagai hukti, dirinya sama sekali tidak pernah mendapatkan manfaatnya.
Mahrif menilai dirinya merupakan orang yang layak sebagai penerima JKN karena orang tidak berada, ia memiliki 3 orang anak yang masih mengenyam pendidikan, diantaranya 1 di bangku perkuliahan, 1 masih SD, dan lainnya masih belia.
Terlebih, anaknya yang saat ini menderita penyakit asam lambung kronis harus segera untuk diobati, namun belum bisa lantaran tiak adanya BPJS.
"Yang saya tau kalau seperti itu kan harusnya kita dapat bantuan, tapi ini nggak, makannya saya minta bantuan ke buk Sura'iyah langsung, dan alhamdulillah saat ini BPJS sudah saya terima kurang dari 2 hari saya diuruskan," ungkap Mahrip
"Dan dengan begini (adanya BPJS fisik) saya dan anak saya merasa tenang, dan ketenangan anak saya itu juga kunci dia bisa membaik hari demi harinya," tutupnya.
Terpisah, Kepala Cabang (Kacab) BPJS Lombok Timur, Catur Wiguna menegaskan, di Lotim sendiri saat ini tidak ada lagi pencetakan kartu BPJS fisik.
"Kalau ada masyarakat yang mencetak kartu, tujuannya apa, karena sudah ditegaskan kebijakan nasional bahwa tidak ada lagi pencetakan kartu, sehingga ini tentu akan menimbulkan kecurigaan jangan sampai digunakan untuk kepentingan tertentu," ucap Catur.
Catur menegaskan, pencetakan kartu BPJS di luar sepengetahuan pihaknya juga sangat tidak dianjurkan karena hal tersebut tentunya akan menimbulkan ketimpangan dalam hal administrasi. Utamanya dari segi keaktifan kartu BPJS itu sendiri.
"Kalau mau membantu masyarakat, cukup dengan mengedukasi terkait tata cara proses pelayanan dari pada nyetak kartu dengan mengeluarkan biaya banyak, atau kalau ada uang lebih bayarin masyarakat yang menunggak," tegasnya.
(*)