Idul Fitri 2024

Melihat Tradisi Madak Warga Pesisir Lombok Timur, Berburu Biota Laut saat Air Surut

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah warga melakukan tradisi Madak di pesisir Labuhan Haji, Lombok Timur, Sabtu (13/4/2024). Tradisi ini dilakukan warga untuk menangkap biota laut saat air surut.

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Beragam cara masyarakat Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam mengisi momen libur lebaran Idulfitri 1445 Hijriah.

Salah satunya tradisi “Madak” yang dilakukan masyarakat pesisir Lombok Timur saat air laut surut.

Tradisi Madak sendiri merupakan tradisi berburu hasil laut saat air sedang surut. Layaknya tradisi bau nyale di Mandalika, dalam tradisi Madak warga mencari berbagai biota laut saat air surut.

Tradisi Madak tahun ini bertepatan dengan momen libur lebaran 2024, sehingga terasa lebih meriah.

Momen ini pun dimanfaatkan para wisatawan yang berkunjung ke Pantai Sunrise Land Lombok, mereka ikut turun mengikuti tradisi rutin setiap bulan dari masyarakat pesisir Labuh Haji.

Baca juga: Warga Padati Destinasi Wisata Selama Libur Lebaran, Polres Lombok Tengah Tingkatkan Patroli

Direktur Sunrise Land Lombok (SLL) Qori' Baiyyinaturrosi mengatakan, pada lebaran Idulfitri 1445 H ini ada peningkatan pengunjung.

Dari catatan pengelola, ada 5 ribu pengunjung yang hadir, mereka dengan antusias mengikuti tradisi Madak bersama keluarga, teman, atau pacar. Mereka berburu biota laut yang terperangkap di antara batu karang.

"Ini (pengunjung) meningkat dari tahun kemarin yang hanya mencapai 2 ribu saja, karena memang lebaran tahun sekarang berbarengan dengan tradisi Madak," ucap pria yang akrab disapa Qori itu, Sabtu (13/4/2024).

Berbagai biota laut berhasil ditangkap warga dalam tradisi Madak ini, antara lain ikan besar maupun kecil, kepiting, lobster, hingga gurita menjadi buah tangan yang didapatkan para wisatawan.

Madak sendiri didapat dari kata sehari-hari masyarakat pesisir Lombok Timur, yakni ajakan untuk berburu ikan laut saat surutnya air laut.

"Madak itu istilah fenomena air laut surut, tapi secara bersamaan berubah status makna dari kebiasaan masyarakat, artinya ajakan untuk masyarakat masuk ke tengah laut saat air laut surut," katanya.

Momen Madak biasanya terjadi 2 kali dalam 1 bulan, dimulai dari H-5/H+5 ketika bulan penuh sinari langit malam, tradisi ini biasanya terjadi cukup panjang, yakni sekira 8 hari berturut-turut.

Di Lombok Timur sendiri tercatat hanya 2 lokasi yang menjalankan tradisi Madak, yakni Jerowaru dan Labuhan Haji.

"Kalau di Jerowaru itu di hutan bakau, sedang di Labuhan Haji ya di sini, di SLL," ujar alumni UGM ini.

Bulan ini tradisi Madak baru dimulai tiga hari, di SLL tersisa masih ada 5 hari untuk mengikuti tradisi ini.

Diperkiraan momen akan tambah meriah karena hari ini Sabtu - Minggu tradisi ini akan bersamaan dengan acara tahunan masyarakat pesisir Lombok Timur yakni Pesta Pantai Labuhan Haji.

Sementara itu, Masdah, masyarakat Dusun Montong Meong Labuhan Haji mengaku antusias mengikuti tradisi Madak ini.

Bahkan setiap bulan saat surutnya air laut selalu menyempatkan diri untuk berburu biota laut yang terperangkap di genangan karang. Apalagi saat ini bertepatan dengan momen libur lebaran.

"Jadi ini jarang lah, makannya saya ajak keluarga juga, semuanya ikut," katanya.

Bukan hanya sore hari saja, namun juga pada malam hari pun tradisi ini tetap dijalankan. Mengingat surutnya air laut itu dimulai sekira pukul 14.00 Wita sampai pukul 22.00 Wita.

Ia juga menyebut tradisi Madak ini sangat baik bagi keberlangsungasan kepariwisataan daerah.

"Ini sangat baik bagi pariwisata kita, apalagi kalau dikelola seperti dijadikan event, kan itu bagus," tutupnya.

(*)

Berita Terkini