Berita Lombok Timur

Tradisi Maleman Dile Jojor, Cara Warga Lombok Timur Sambut Nuzulul Quran

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tradisi maleman ini biasanya akan diikuti dengan ritual menyalakan dile jojor atau alat penerangan tradisional seperti obor tapi lebih kecil.

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Masyarakat di Lombok Timur menyambut malam Nuzulul Quran atau malam lailatul qadar dengan tradisi maleman.

Tradisi maleman ini biasanya akan diikuti dengan ritual menyalakan dile jojor atau alat penerangan tradisional seperti obor tapi lebih kecil.

Dile jojor dipasang di setiap teras rumah hingga dengan di pemakaman keluarga masyarakat setempat.

Budayawan asal Lombok Timur Muhir menjelaskan, peringatan Nuzulul Quran oleh masyarakat Sasak diperingati dengan cara menggelar ritual maleman.

Baca juga: Peringatan Nuzulul Quran di Masjid Baiturrahman, Wakil Wali Kota Ajak Warga Perbanyak Tadarus

Ritual ini dilaksanakan pada 10 hari terakhir bulan suci Ramadhan yaitu pada malam ganjil, malam ke 21,23,25, dan 27.

"Makna filosofi dari menyalakan dile jojor itu sebagai penerangan, seperti makna Alquran yang diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia," ucap Muhir setelah dikonfirmasi, Minggu (24/3/2024).

Dia menjelaskan, dalam ritual menyalakan dile jojor merupakan implementasi dari lima prinsip hidup masyarakat Sasak yang disebut panca arif.

Yitu, hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan lingkungan sekitar, manusia dengan semesta dan manusia dengan Tuhan.

Alquran diturunkan saat Rasulullah melakukan ritual tertentu, yaitu berhaluat, betafakkur di gua Hiro selama 15 tahun.

Baca juga: 4 Pendapat Waktu Nuzulul Quran Berikut Doa Khotmil

"Itulah sebabnya, Quran itu diperlambangkan sebagai petunjuk dan penerang, bangsa Sasak melambangkannya dengan dile jojor," sebutnya.

Ritual dile jojor saat ini mulai ditinggalkan karena sulit untuk didapatkan selain karena tidak praktis.

"Tidak hilang tradisi maleman ini, ritualnya aja yang hilang, karena konsep dasarnya membuat penerangan sehingga saat ini tdak lagi pakai dile jojor, tetapi diganti dengan lampu hias," ungkap Muhir.

Di Desa Denggen Timur Kecamatan Selong, warga mengganti dile jojor dengan lampu minyak dari botol bekas dan lampu hias.

"Dile jojor sudah sulit untuk dicari atau dibuat," kata Kepala Desa Denggen Timur, Jamaluddin.

Dalam peringatan ini, tidak ada anggaran khusus yang disiapka oleh pemerintah desa atau dari pemerintah kabupaten.

"Masyarakat bergembira dengan datangnya bulan Ramadhan dan menyambut malam turunnya Alquran, sehingga masyarakat melaksanakan secara swadaya kalaupun dibantu hanya sekedar atau seadanya," tutupnya.

(*)

Berita Terkini