TRIBUNLOMBOK.COM - Khartoum, ibu kota Sudan, memanas dengan adanya saling serang antara Tentara Sudan dan Paramiliter Rappid Support Forces (RSF).
Rentetan tembakan, desing peluru, dan dentuman serangan pesawat tempur terdengar begitu jelas.
Peristiwa itu dimulai sejak Sabtu (15/4/2023) pukul 09.00 waktu setempat.
Hal tersebut kian memanas pada Ahad (16/4/2023), membuat pertempuran dan serangan dilakukan masing-masing tanpa henti.
Kondisi tersebut membuat aktivitas warga sipil lumpuh. Pembelajaran di kampus-kampus terhenti.
WNI yang tengah studi di sana pun terkena dampaknya. Mereka belum dapat belajar di kampus masing-masing.
Bahkan, beberapa juga terisolasi karena tidak memungkinkan keluar dari tempat tinggal masing-masing.
Baca juga: TNI AL Gelar Mudik Gratis Naik Kapal Perang: Baca Rute dan Cara Mendaftarnya Sekarang!
Informasi yang diterima TribunLombok.com, Danial Alya, salah seorang mahasiswa asal Desa Darek, Lombok Tengah dilaporkan kini terjebak di tengah perang bersenjata tersebut.
Akibat perang tersebut, para pelajar kehabisan bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari lainnya.
"Tidak ada listrik dan air serta tidak ada suplai bahan makanan, membuat pasokan kebutuhan sehari-hari semakin menipis, bahkan ada beberapa laporan sudah kehabisan stok kebutuhan sehari-harinya," ujar Danial Alya, sebagaimana dituturkan temannya Daudwina, Senin pagi (17/4/2023).
Pihaknya, kata Danial, bersama rekan-rekan pelajar lain yang tergabung dalam Pengurus Cabang Istimewa NU (PCINU) Sudan mengupayakan agar kebutuhan-kebutuhan dasar warga NU di sana dapat terpenuhi.
Koordinasi dengan perwakilan pemerintah Indonesia di Sudan tetap dilakukan.
Dijelaskannya, lokasi pertempuran sangat dekat dengan kampus tempat mereka menimba ilmu.
Tak pelak, suara-suara tembakan terdengar keras dari tempat tinggal mereka. Bahkan, katanya, beberapa peluru menyasar ke rumah-rumah tempat mereka tinggal.
"Sempat ketika pertempuran memanas, pesawat tempur berkali-kali melewati rumah kami," ujarnya.