Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TENGAH - Selama Ramadhan, hadirnya para dai di masjid-masjid menjadi pemandangan yang kerap dijumpai, di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Termasuk di Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, para pendakwah yang biasanya datang berkelompok itu menginap di masjid-masjid.
Mereka melakukan dakwah dengan metode door to door alias khuruj.
Para pendakwah ini berkeliling dari masjid ke masjid dan itikaf di tiap masjid yang disinggahinya.
Kemudian dari masjid yang disinggahi itu, para rombongan satu per satu berdakwah ke rumah-rumah warga.
Baca juga: Daftar Amalan Sunah di Bulan Ramadhan: Menyegerakan Berbuka Hingga Bersedekah
Masjid yang mereka singgahi itu ibarat sebuah command center.
Selain dakwah door to door, diadakan pula acara halaqah atau pengajian di dalam masjid yang jemaahnya adalah warga sekitar sendiri.
Muhammad Satriadi, salah seorang dai khuruj di Masjid Al-ikhlas Ponggong menceritakan suka dan dukanya selama berdakwah.
"Kami seperti ini tidak ada niat lain kecuali ingin memakmurkan masjid," katanya pada TribunLombok.com, Kamis (30/3/2023).
Dikatakannya, bulan Ramadhan menjadi momen istimewa bagi dirinya dan teman-temannya yang lain untuk memberikan pemahaman tentang agama.
Pria yang akrab disapa Ustad Satriadi ini mengaku sudah menekuni kegiatan dakwah dengan metode khuruj sejak tahun 1996.
Dalam perjalanan dakwahnya, suka duka sebagai dai telah banyak ia lalui.
Demi berdakwah, Muhammad Satriadi yang sudah memiliki anak dan istri ini terkadang hanya beberapa hari saja bisa bersama keluarga.
Selebihnya ia meggunakan waktu untuk berdakwah dari masjid ke masjid.
"Selama Ramadhan itu kita targetkan harus berdakwah di 16 masjid, dan di masing-masing masjid itu minimal kita 3 hari di sana," terangnya.
Pengorbanan yang tidak ada bayaran, ia rela meninggalkan anak dan istri untuk berdakwah di desa orang bukan hal yang mudah dilakukan.
"Kalau dibilang ada manfaatnya untuk kita sih banyak, tapi bukan dalam bentuk materi namun lebih berharga dari itu, amal jariah," tegasnya.
Para pendakwah ini tak dinaungi lembaga apapun, termasuk biaya selama berdakwahnya, semua diperoleh dari sumbangan masing-masing anggota.
Hingga para dai ini juga kerap disebut "Dai kompor", karena dalam kegiatan dakwahnya, saat iktikaf di masjid, mereka membawa perlengkapan kompor dan peralatan dapur lainnya.
Dalam satu kelompok, terkadang para dai khuruj ini berisikan 8 orang hingga puluhan orang, tergantung dari banyaknya relawan yang mau bergabung.
Setelah selesai dari satu masjid, para kelompok ini nantinya akan berpindah ke masjid yang lain.
Kegiatan tersebut rutin dilakukan, bukan hanya selama Ramadhan, namun juga setiap saat tergantung dari kesiapan para relawan yang tergabung dalam kelompoknya.
"Kalau kegiatan seperti ini bukan hanya di bulan Ramadhan saja, secara umum dalam satu bulan harus ada agenda kita ke masjid masjid," tutupnya.
(*)