Bahwa masa 1.000 hari pertama kelahiran adalah masa-masa emas dimana proses tumbuh kembang otak atau kecerdasan manusia harus difahami oleh pasangan suami istri.
Dengan demikian setiap pasangan akan dapat ‘mendidik’ anaknya sejak dalam kandungan.
Mimpinya sekian tahun kemudian diharapkan di NTB akan muncul generasi “berkualitas emas” di berbagai bidang, seperti science, olahraga, kesenian, dan lain-lain.
Program ini dilaksanakan sejak tahun 2017 di 100 desa di NTB, dengan cakupan binaan sekitar 8366 pasangan atau sekaligus juga 8366 bayi-balita.
Desa dan kelurahan yang menjadi lokus intervensi merupakan desa yang memiliki prevalensi gizi buruk, stunting yang tinggi dan ada ditemukan kematian ibu dan bayi dalam 1 tahun, di setiap Kabupaten/Kota.
Setelah sebelumnya (2016) dilakukan uji coba dan penyempurnaan instrument di 10 desa.
Program ini melibatkan kader posyandu, bidan desa, dan penyuluh KB di desa.
Tugas mereka adalah melakukan pendampingan terhadap sasaran.
Mereka harus memastikan bahwa sasaran telah mengikuti program kelas ibu atau parenting, hadir di posyandu dan mendapatkan imunisasi lengkap serta program lainnya.
Termasuk terkait dengan makanan tambahan untuk bayi, pemberian Multi Mikro Nutrien untuk ibu-ibu sasaran, dan lain-lain.
Pada tahun 2020 diadakan evaluasi untuk terhadap sasaran dengan menerapkan 33 indikator terstandar, seperti indicator terkait dengan Riwayat kehamilan, riawayat persalinan, riwayat bayi, maupun ketersiediaan faktor pendukung dan lingkungan sekitar.
Dari 2.456 sasaran yang terdata dan berpartisipasi dalam evaluasi, diperoleh kesimpulan bahwa mereka yang memenuhi persyaratan untuk dikategorikan sebagai Pasangan Ramah Anak (memenuhi 90 persen dari indicator yang ada) sebanyak 1.705 pasangan atau sebesar 69,42 persen.
Kemudian, pada tahun 2022 diadakan penelitian sederhana terkait dengan kecerdasan anak-anak sasaran dengan menggunakan sampel sebanyak 95 orang yang dipilih di lima kabupaten kota se-Pulau Lombok.
Pengukuran IQ melibatkan Psikolog dengan menggunakan instrumen terstandar. Pemilihan sampelnya secara acak sederhana.
Hasilnya, 16,8 persen mereka masuk kategori superior dengan IQ 120-139, cerdas 66,3 persen dengan IQ 110-139, kategori rata-rata atas dengan IQ 103-109, dan hanya 1 orang (1,1 persen) masuk kategori lambat belajar dengan IQ 80-89.