Nahdlatul Wathan

Sejarah Nahdlatul Wathan: Tanggal Lahir, Muktamar Pertama, hingga Makna Lambang NW

Editor: Sirtupillaili
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolase foto pendiri Nahdlatul Wathan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.

TRIBUNLOMBOK.COM - Organisasi Nahdlatul Wathan atau disingkat NW adalah organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah.

Nahdlatul Wathan didirikan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 H bertepatan dengan tanggal 1 Maret 1953 M.

Nahdlatul Wathan dideklarasikan di Pancor dab dihadiri pejabat pemerintah daerah Lombok, Pimpinan Partai Masyumi di Lombok, pengurus cabang madrasah NWDI dan NBDI se-Pulau Lombok, dan para alumni serta santri madrasah NWDI dan NBDI.

Dikutip dari dokumen Biografi TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid yang disusun tim Dinas Sosial Provinsi NTB tahun 2017, berikut sejarah singkat dan latarbelakang berdirinya Nahdlatul Wathan.

Dalam dokumen tersebut disebutkan, pendirian Nahdlatul Wathan merupakan fase lanjutan bagi perjuangan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.

Nahdlatul Wathan menjadi wadah pembentukan identitas dan ideologi kolektif.

Baca juga: Tiga Versi Silsilah Keluarga Pendiri Nahdlatul Wathan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid

Pemberian nama organisasi Nahdlatul Wathan sama dengan nama madrasah yang didirikan, yakni Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI).

Nama Nahdlatul Wathan juga menunjukkan bentuk dan upaya penyatuan terhadap common sense masyarakat Islam Nusantara dalam negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sekaligus menunjukkan visi masa depan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid yang meletakkan konteks perjuangan pada level nasional, dari Lombok untuk Indonesia.

Dalam dokumen biografi tersebut juga disebutkan, ada sejumlah faktor yang menjadi latar belakang pendirian organisasi Nahdlatul Wathan, diantaranya:

1. Perkembangan cabang-cabang madrasah NWDI dan NBDI, tahun 1953 tercatat kedua madrasah tersebut telah memiliki 66 cabang yang tersebar di wilayah Pulau Lombok.

2. Meninggalnya Saleh Sungkar membuat TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid kehilangan sparing partner dalam perjuangan.

Peristiwa itu sekaligus semakin mematangkan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dalam politik.

Sehingga menjadi babak baru bagi perjuangan dan eksistensi politik nasional TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.

Organisasi yang didirikan tidak lagi menggunakan embel-embel nama daerah bahkan tidak lagi menaruh kata Islam.

3. Adanya desakan para petinggi Partai Masyumi di Jawa yang khawatir melihat gelagat Nahdlatul Ulama yang mulai menyatakan ketidakpuasan, jika Nahdlatul Ulama keluar dari Masyumi.

Saat itu dikhawatirkan massa pendukung yang ada di Lombok juga akan ikut tercerai berai, sehingga massa pendukung yang sebagian besar berada di bawah pengaruh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid yang menjadi epicentrum politik, harus segera diikat dalam organisasi selain NU, untuk menjadi anggota istimewa.

Muktamar NW

Ribuan jemaah memenuhi pengajian Ketua Umum PB NWDI TGB HM Zainul Majdi di Pondok Pesantren Darunnadwah Al -Majidiah NWDI Aikmel, Kabupaten Lombok Timur, Rabu (23/11/2022). (ISTIMEWA)

Selama TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid masih hidup, Nahdlatul Wathan melaksanakan muktamar sebanyak 10 kali.

TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menempati posisi sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan selama enam periode, sejak 1953-1973.

Kemudian digantikan Haji Jalaluddin untuk periode 1973-1978.

Namun, periode ini tidak ditutup sempurna akibat adanya gejolak internal, sehingga dilakukan Muktamar Kilat Istimewa 28-30 Januari 1977 di Pancor yang mengembalikan posisi TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.

Selanjutnya, pada Muktamar 1986, posisi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan digantikan Haji Lalu Gde Wiresantane.

Sedangkan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menempati posisi sebagai Ketua Dewan Mustasyar, dengan jajaran anggota para tuan guru sepuh lainnya.

Berikut 10 muktamar Nahdlatul Wathan yang digelar selama TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid:

1. Muktamar I tanggal 22-24 Agustus 1954 di Pancor
2. Muktamar II tanggal 23-26 Maret 1957 di Pancor
3. Muktamar III tanggal 25-27 Januari 1960 di Pancor
4. Muktamar IV tanggal 10-14 Agustus di Pancor
5. Muktamar V tanggal 29 Juli – 1 Agustus 1966 di Pancor
6. Muktamar VI tanggal 24-27 September 1969 Mataram
7. Muktamar VII tanggal 30 November-3 Desember 1973 di Mataram
8. Muktamar Kilat Istimewa 28-30 Januari 1977 di Pancor (TGKH)
9. Muktamar VIII tanggal 24-25 Februari 1986 di Pancor (Gde Sentane)
10.Muktamar IX tanggal 3-6 Juli 1991 di Pancor

Legalitas Nahdlatul Wathan

Kontingen Pawai Alegoris dalam rangka Hultah Ke 87 Madrasah NWDI, di Pondok Pesantren Syaikh Zainuddin NW Anjani, Sabtu (20/8/2022). (Istimewa/Haspen)

Organisasi Nahdlatul Wathan mendapatkan legalitas yuridis berdasarkan akte Nomor 48 tahun 1957 yang dibuat dan disahkan Notaris Pembantu Hendrix Alexander Malada di Mataram.

Wilayahnya hanya di Pulau Lombok, sehingga pada tahap berikutnya, 25 Juli 1960 dibuat akte nomor 50, di hadapan Notaris Sie Ik Tiong di Jakarta.

Termasuk memproses pengakuan dan penetapan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia, dengan Nomor J.A.5/105/5 tanggal 17 Oktober 1960, dan dibuat dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 90, tanggal 8 November 1960.

Pasca proses legalitas yang disempurnakan ini, Nahdlatul Wathan mempunyai kekuatan hukum tetap untuk mengembangkan organisasinya ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sejak itu, mulai terbentuk Pengurus Wilayah Nahdlatul Wathan sejumlah provinsi seperti Bali, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta, Kalimantan, Sulawesi, Riau, dan lainnya.

Proses penyesuaian legalitas kembali dilakukan dengan terbitnya Undang–undang nomor 8 tahun 1985 tentang Keormasan.

Salah satu isi yang disesuaikan adalah penerapan Asas Tunggal bagi semua organisasi kemasyarakatan.

Maka Nahdlatul Wathan dalam Muktamar VIII di Pancor, Lombok Timur mengadakan peninjauan dan penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini.

Selanjutnya dilakukan dengan akte Nomor 31 tanggal 15 Februari 1987 dan akte Nomor 32, juga tanggal 15 Februari 1987, yang dibuat dan disahkan oleh Wakil Notaris sementara Abdurrahim SH di Mataram.

Sebelumnya, sejak awal berdirinya asas yang dicantumkan Islam dan Kekeluargaan.

Pada Muktamar 8, para muktamirin memprotes penerapan azas tunggal oleh pemerintah ini.

Mereka menghendaki agar asas organisasi terdahulu tidak dihilangkan dengan adanya ketentuan Asas Tunggal.

Kompromi yang dapat dilakukan adalah memindahkan pernyataan tentang asas Islam tersebut ke dalam tujuan organisasi, sehingga makna esensial asas tersebut tidak hilang.

Dalam Anggaran Dasar ditulis Nahdlatul Wathan menganut paham aqidah Islam Ahlussunnah wal Jamaah dengan Mazhab Imam Syafi’i.

Adapun tujuan organisasi ini adalah Li I’lâi Kalimatillah waIzzi al-Islâm wa al-Muslimîn (untuk meninggikan kalimat Allah dan memuliakan Islam dan kaum muslimin) dalam rangka mencapai keselamatan serta kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Sedangkan lambang atau logo organisasi Nahdlatul Wathan adalah Bulan Bintang Bersinar Lima, dengan warna gambar putih dan latar belakang hijau.

Lambang Nahdlatul Wathan ini dibuat langsung oleh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.

Lambang Nahdlatul Wathan memiliki makna sebagai berikut:
- Bulan melambangkan Islam
- Bintang melambangkan Iman dan Taqwa
- Sinar Lima melambangkan Rukun Iman
- Warna gambar putih melambangkan ikhlas dan istiqamah
- Warna dasar hijau melambangkan selamat bahagia dunia akhirat.

(*)

Berita Terkini