Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Salah satu ritual adat yang menarik dari acara Maulid Adat Bayan, di Desa Karang Bajo, Kecamatan Bayan, Lombok Utara adalah menutu padi atau pare.
Menutu padi secara terminologis dapat diartikan sebagai acara menumbuk padi.
Menutu pare ini dilakukan setelah prosesi menyembeq selesai.
Menutu pare ini biasanya dipimpin langsung oleh Inan Menik atau seseorang yang diberikan mandat oleh Inan Menik.
Ritual menutu padi dilakukan di hari pertama perayaan Maulid Adat Bayan.
Padi yang ditumbuk pertama kali saat ritual menutu pun tidak boleh sembarangan.
Baca juga: Maulid Adat Bayan: Makna Ritual Menyembeq
Padi yang dipilih dan ditumbuk perdana adalah padi lokal yang ditanam di Desa Senaru.
Sejumlah perempuan dari desa adat kemudian akan melakukan ritual menutu di wadah yang disebut rantok beleq.
Rantoq beleq sebelumnya telah dipersiapkan oleh kaum laki-laki seukuran sampan.
Sementara alat untuk menumbuk padi merupakan bambu panjang yang biasanya disebut alu.
"Menutu dilakukan sekitar waktu gugur kembang waru yakni pukul 15.30 WITA, para wanita mulai menumbuk padi bersamaan," kata Ketua Pranata Adat Bayan Rianom pada Selasa, (11/10/2022).
Baca juga: Hadiri Acara Maulid Adat Bayan, Gubernur NTB: Tradisi dan Budaya Masyarakat Harus Tetap Dilestarikan
Rianom mengatakan, wanita yang bertugas menutu padi haruslah dalam keadaan suci dan menggunakan pakaian adat.
Di Desa Adat Karang Bajo, ritual menutu padi biasanya dilakukan di sisi timur area Karang Dalem tempat Inan Menik berada.
Di lokasi tersebut, terdapat lahan kosong yang amat representatif menggelar prosesi adat tersebut.
Ritual tersebut akan diiringi dengan tabuhan Gendang Gerantung.
Baca juga: Maulid Adat Bayan: Makna Ritual Menyembeq
Gendang gerantung sebelumnya telah diambil dan dibersihkan dari lokasi penyimpanannya di Orong Bat.
Ditabuhnya gendang gerantung merupakan salah satu petanda mulud adat telah dimulai.
Setelah ritual menutu selesai dilakukan, selanjutkan sisa-sisa tumbukan padi atau dedaq
beserta bambu menutu ke sungai yang berjarak 500 meter dari kampung.
(*)