Dikutip dari buku “Keagungan Pribadi Sang Pencinta Maulana” Zainuddin adalah anak emas yang dilahirkan oleh alam, dan dibesarkan pleh ash-Shaulatiya.
Zainuddin adalah kekasih Allah yang dirasakan hikmahnya oleh ash-Shaulatiyah sepanjang zaman.
Dengan berjalannya waktu, pada akhirnya tiba masanya Zainudin meninggalkan ash-Shaulatiyah.
Kepergiannya merupakan kehilangan terbesar madrasah tertua di tanah suci Makkah itu.
Salah satu cerita kehilangan terucap dari guru mulia Maula al-Syaikh Hasan al-Masysyath:
ذهب العلم “Ilmu telah pergi”.
Beliau juga mengatakan ash-Shaulatiyah telah kehilangan ahli ilmu, ash-Shaulatiyah kehilangan kebanggaannya, ash-Shaulatiyah telah redup sinarnya. Sosok Zainuddin tidak dilihatnya sebagai murid semata.
Tetapi Zainuddin adalah representasi ahli ilmu dan kepulangannya ke Indonesia adalah kehilangan bagi ash-Shaulatiyah.
Kini setelah sekian puluh tahun Maulana al-Syaikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid meninggalkan madrasah ash-Shaulatiyah. Namanya masih menggema di Makkah al-Mukarramah.
Al-Syaikh Muhammad bin Alawi bin Abbas al-Maliki sekembalinya dari ziarah tahun 1980-an, di depan murid-muridnya dia berujar, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid adalah manusia yang tiada duanya.
Dia berkata: ما فيه قده في العالم “Zainuddin tida duanya di dunia.”
(*)
Tulisan ini merupakan karya Ruhul Qudus, mahasiswa IAIH NW Lombok Timur