Wawancara Khusus

Suhardi Soud: Saya Terus-menerus Menjaga Integritas karena Itu yang Paling Mahal

Penulis: Lalu Helmi
Editor: Dion DB Putra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua KPU Provinsi Nusa Tenggara Barat, Suhardi Soud, SE, MM.

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Suhardi Soud SE, MM, bukan nama baru dalam dunia demokrasi di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dia terlibat penuh sejak awal reformasi di negeri itu.

Saat usianya baru 27 tahun, pria kelahiran Sumbawa itu sudah masuk menjadi bagian dari penyelenggara pemilu di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Baca juga: Suhardi Soud: Sosialisasi Kepemiluan di NTB akan Dikemas Dekat dengan Dunia Anak Muda

Baca juga: Ketua KPU NTB Sebut TPS Jadi Arena Memperkuat Persaudaraan

Hingga hari ini telah hampir 20 tahun Suhardi Soud berkhidmat menjaga napas demokrasi yang berkualitas. Banyak sekali pelajaran hidup yang dapat dipetik dari kisahnya.

Menurut Suhardi Soud,  hal yang paling mahal adalah menjaga integritas.

Berikut ini lanjutan petikan wawancara khusus jurnalis TribunLombok.com Dion DB Putra dengan Suhardi Soud, SE, MM., dalam program Trilogi - TribunLombok.com Dialog dan Inspirasi di Kantor KPU NTB di Mataram, Rabu (6/7/2022).

Di belakang saya ini banyak piala, piagam penghargaan yang diraih KPU NTB. Bisa diceritakan piala apa saja ini?

Ketika kita mengelola pemilu biasanya KPU RI membuat award. Baik dari sisi sosialisasi, integritas penyelenggara pemilu, dan alhamdulillah KPU NTB penuh dengan penghargaan.

Misalnya terkait keterbukaan informasi publik, kami mendapatkan 4 tahun berturut-turut dari Komisi Informasi (KI) NTB. Untuk instansi vertikal kami sangat terbuka. Apalagi KPU NTB sekarang sudah menerapkan zona integritas.

Kemudian yang kedua penerapan reformasi birokrasi. KPU harus mampu memberikan pelayanan terbaik kepada peserta pemilu dan kepada pemilih.

Jadi kalau ada orang ingin mengakses informasi pemilu di NTB kita harus layani menggunakan standar UU Keterbukaan Publik. Jadi orang-orang nggak perlu ragu cari data ke KPU. Selama data itu menjadi hak publik, kita akan berikan.

Tips memperoleh penghargaan di bawah pimpinan Pak Ketua seperti apa? Sebab saya tahu tidak semua KPU bisa mendapatkan hal itu.

Tradisi ini memang sudah kita bangun sejak periode pertama saya di sini di bawah kepemimpinan Pak Aksar Anshori.

Saya meneruskan, terutama teman-teman di sekretariat yang terus kita berikan ruang.

Karena kepemimpinan di KPU ini kan kolektif kolegial, maka seluruh pikiran orang itu kita kelola bersama, ada ide baru kita berikan ruang sehingga tidak tertekan.

Misalnya teman-teman di sekretariat mau bikin sistem informasi yang akan memudahkan kita, ya silakan.

Nanti kita bahas bagaimana penerapannya, spektrum pekerjaannya dan itu terus kita lakukan ya alhamdulillah.

KPU NTB masuk terus menjadi pilot project reformasi birokrasi, pilot project zona berintegritas, dan kemudian kita turunkan ke kabupaten/kota.

Ketua KPU Provinsi Nusa Tenggara Barat, Suhardi Soud, SE, MM. (TRIBUNLOMBOK.COM/REZA EKA ADINUGRAHA)

Karena bagaimanapun, kata KPU RI kalau KPU NTB saja yang dapat penghargaan, terus kabupatennya bagaimana?

Makanya sekarang kita coba menularkan itu ke kabupaten/kota, membantu mereka agar terbiasa menerima masyarakat yang ingin mencari informasi. Tidak lagi model-model birokrasi lama yang tidak mau dikoreksi.

Reformasi birokrasi dimulai sejak periode ini. Saya kan di KPU sejak 2013 sampai 2019. Lanjut lagi 2019-2024.

Meskipun nanti di hari H pemilu 2024 bukan saya, karena saya berakhir sekitar tanggal 21 Januari 2024, tapi minimal segala infrastruktur sudah kita bangun sehingga siapapun nantinya yang akan melanjutkan estafet ini akan mudah dalam prosesnya.

Prinsipnya kita menjalankan pemilu ini transparan, terbuka dan trust publik akan muncul. Zona bebas korupsi. Kita ini kan lembaga layanan, jadi harus banyak tersenyum.

Ya setiap daerah kan memiliki dinamikanya masing-masing. Kita melayani masyarakat. Tim kita di sekretariat juga sudah sangat siap, kita sudah melatih mereka.

KPU telah memberikan batasan maksimal petugas KPPS yakni 50 tahun. Bisa dijelaskan kepada publik mengapa aturan ini diambil?

Ya saya kira lembaga yang baik, orang yang baik adalah yang mampu belajar dari pengalaman sebelumnya.

Kita melihat di 2019 begitu banyak beban pekerjaan, dan ternyata salah satu bebannya karena terlalu banyak salinan yang harus mereka kerjakan, bisa berhari-hari.

Sehingga KPU sekarang membuat aturan, kalau dulu kan pemungutan suara dan penyelesaian administrasi dilakukan pada saat yang bersamaan. Sekarang dibuat berbeda.

Misalnya 14 Februari itu pemungutan suara, nanti 15 Februari baru bisa dilakukan lagi untuk proses berikutnya. Proses administrasi dan sebagainya.

Ada jeda bagi masyarakat, petugas kita untuk menyelesaikannya. Apalagi kalau besok kita menggunakan digital.

Mudah-mudahan KPU dan perumus kebijakan dalam hal ini DPR bisa mendorong transparansi ini supaya beban kerja di 2019 tidak terulang di 2024.

Tapi kita juga punya strategi, salah satunya membatasi usia. Jadi usia yang bisa menjadi KPPS mungkin sampai 50 tahun, dan itu cek ada komorbid atau tidak. Biar kita enggak saling menyalahkan. Nanti setelah pemilu baru ramai.

Kalau kita tahu itu maka kita harus mempersiapkan dan saya kira KPU concern di situ.

Ya saya kira anak-anak muda harus berani. Tidak hanya melihat pemilu itu dari luar. Kita berharap agar anak muda bisa masuk menjadi penyelenggara pemilu.

Beberapa waktu yang lalu Ketua KPU RI mulai mewacanakan kenapa tidak anak-anak mahasiswa dari kampus dengan konsep merdeka belajar atau kegiatan di luar kampus, kenapa tidak menjadi penyelenggara pemilu di daerahnya masing-masing.

Jadi mereka pulang, idealismenya itu diuji nanti di lapangan, bisa menjadi penyelenggara dan mungkin trust publik akan membuat mereka lebih percaya. Saya kira anak muda harus siap tampil.

Pak Suhardi, saya membaca rekam jejak Bapak yang sudah 20 tahun mengabdi sebagai komisioner pemilu. Tidak banyak orang seperti Pak Suhardi, kira-kira apa yang mengasyikkan selama menjadi penyelenggara pemilu?

Ya saya memulainya di tahun 2003, saya selesai kuliah 2002, kemungkinan beruntung aja. Background saya aktivis di kampus, kemudian organisasi saya di ekstra, saya Ketua Umum HMI di Mataram. Saya pulang ke Sumbawa ada seleksi.

Saya bilang, kenapa ini tidak menjadi ruang bagi kita untuk mengimplementasikan ide dan gagasan untuk masuk ke lembaga negara yang di situ kita diuji integritasnya.

Selama proses 10 tahun dan sekarang 20 tahun di KPU saya merasa yang paling penting itu pertama kita harus punya kompetensi, profesional dalam bekerja, dan yang paling mahal itu integritas.

Ketika integritas ini tercederai kita enggak bisa obati. Saya secara terus-menerus menjaga ini.

Di KPU itu kita sangat terbantu dengan kolektif kolegial, saling membantu saling memberikan pemahaman dalam melihat setiap persoalan yang ada.

Ketika kita mau rendah hati sedikit untuk menerima pandangan orang maka kita akan sama-sama menghadapi hal itu.

Saya punya pengalaman, tim itu selalu kompak. Enggak boleh ada lonjong-lonjong, Insya Allah akan selalu jadi mudah.

Selama 20 tahun di KPU, apa tekanan yang paling diingat?

Alhamdulillah yang tidak ada tekanan yang terasa besar karena dia akan terurai dengan waktu.

Karena satu prinsipnya yang penting jangan berusaha untuk berbuat salah. Karena kalau kita berbuat salah maka kita akan terngiang-ngiang terus.

Jadi selama pekerjaan ini kita lakukan dengan sesuai peraturan KPU, integritas kita jaga, menjalin hubungan yang baik dengan stakeholder.

Menjadi KPU itu bukan kita menjadi super hero, karena kita tidak bisa menyelesaikan persoalan sendiri, tapi kita juga melibatkan stakholder pemilu.

Kalau partai politik tidak bagus komunikasinya, tidak kita layani dengan baik mungkin dia juga bisa tidak bagus responsnya dengan KPU.

Tetapi alhamdulilah dalam proses itu kita melalui proses yang luar biasa. Dan dari tahun ke tahun sejak 2003 sampai sekarang pemilu ini semakin baik.

Semakin transparan, dan dengan adanya teknologi informasi serta keberanian KPU untuk membuka diri, baik dari proses maka dengan itu kita semakin terjaga sebagai penyelenggara.

Jadi teknologi, sistem itu bisa menjaga kami dalam bekerja dengan baik.

Pak Suhardi pelaku sejarah. Dua dasawarsa menjadi penyelenggara pemilu. Mungkin ada niat menulis buku?

Ya saya juga niat bikin buku, cuma belum kesampaian. Pengalaman mengelola pemilu ini bisa menjadi pembelajaran bagi saya sendiri dan anak-anak muda nanti. Kebetulan saya memang mulai di usia 27 tahun.

Tapi ternyata pendekatannya sama, mau di mana saja, yang penting kita baik saja. Itu aja kesimpulannya. Baik, kompetensi kita jaga, integritas kita jaga, insya Allahlah.

Kita enggak boleh menutup diri, karena ini lembaga terbuka. Semua orang bisa koreksi kita, semua orang bahkan bisa mencerca kita. Makanya menjadi penyelenggara pemilu itu harus punya daya tahan menghadapi gelombang.

Kalau dalam Islam kan, dalam sholat, antara satu gerakan ke gerakan lain itu harus ada tumakninah, jadi ketika kita menghadapi persoalan, kita mundur sedikit, untuk lebih jeli melihat persoalan. Kita terus mengoreksi diri.

Setelah selesai di KPU pada 2024 nanti, ada rencana kemana Pak Suhardi?

Ya saya belum tahu ini ke manapun, kita jalani saja.

Kalau sudah habis di daerah begini, ke pusat bisa ya?

Ya bisa saja, ke samping juga bisa, misalnya ke Bawaslu atau lembaga-lembaga lain.
Mau jadi politisi boleh juga kan, tapi ya ini tergantung pilihan ya. Nanti kita lihat mana yang lebih tepat.

Selain di KPU, Pak Suhardi kesibukannya apa? Apakah mengajar juga?

Kebetulan KPU sekarang sudah tidak boleh mengajar, harus tunggal. Jadi ya kita aktivitas full di KPU. Bahkan jadi ketua RT pun enggak boleh, ormas.

Kalau dulu masih boleh, kalau sekarang tidak. Untuk menjaga independensi, penyelenggara pemilu harus bebas dari conflict of interest.

Terakhir, silakan Pak Suhardi menyampaikan sesuatu kepada publik tentang kepemiluan atau apapun dalam rangka membangun demokrasi kita yang lebih baik.

Ya pemilu 2024 ini adalah pemilu di mana anak muda punya porsi yang tinggi di daftar pemilih.

Maka selayaknya anak-anak muda harus mampu memberikan kontribusi terbaiknya dengan datang ke TPS menggunakan hak pilihnya, karena ketika anda hari ini memilih maka kelak anda akan dipilih. Itu siklus sejarah.

Kalau kita punya konsistensi dan komitmen kebangsaan yang baik maka anak-anak muda ini akan memimpin bangsa. Jadi tidak ada jeda transisi yang panjang karena mereka sudah paham.

Nah inilah mengapa kita mengajak teman-teman generasi muda untuk datang menggunakan hak pilih yang seusai dengan zaman anda. Saya kira begitu. (lalu helmi/habis)

Simak wawancara khusus lainnya di sini

Berita Terkini