Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina
TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA BIMA - Serah terima aset dari Pemerintah Kabupaten Bima ke Pemerintah Kota Bima, terus menuai soal.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun disenggol untuk menyelidiki dugaan pelelangan aset dan jual beli aset daerah secara ilegal.
Anggota DPRD Kabupaten Bima, Rafidin mengungkap, total aset yang diserahkan Pemkab Bima sebanyak 391 item.
Jumlah tersebut, tertuang dalam data berita acara penyerahan aset yang ditandatangani pada tahun 2020.
Baca juga: Rumah Pimpinan Bank NTB Syariah Bima Diteror, Didatangi OTK hingga Kendaraan Dinas Dibakar
Dari total 391 aset tersebut, sebagiannya diketahui telah dikuasai dan dimiliki secara pribadi.
Fakta ini diperoleh Rafidin, dari hasil klarifikasi di lapangan yang dilakukan.
Beberapa di antaranya seperti, lahan dan bangunan di jalan Gajah Mada, lahan dan bangunan di lingkungan Tolomundu, lahan dan bangunan di belakang Museum ASI Mbojo.
Kemudian 117 unit rumah di Perumahan Guru Rontu Kota Bima, juga tertera sebagai aset Pemkab Bima dalam berita acara tahun 2020 tersebut.
Baca juga: Pemerintah Kota Bima Nyatakan Lahan Amahami yang Terbengkalai Bukan Aset Daerah
Faktanya sebut Rafidin, aset-aset tersebut saat ini sudah dikuasai secara pribadi oleh warga di Kota Bima.
Bahkan untuk ratusan unit rumah di perumahan guru Rontu, sudah diperjualbelikan oleh orang per orang sejak dulu.
"Lalu kenapa bisa masuk sebagai aset, bagian dari 391 aset yang tertera dalam berita acara yang ditandatangani? tanya politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini, Jumat (17/6/2022).
Rafidin juga mengungkap, telah bertemu dengan seorang warga Kota Bima yang mengaku memenangkan lelang aset milik Pemkab Bima, yang terletak di Rabangodu senilai Rp 900 juta lebih.
Aset berupa lahan dan bangunan tersebut, tidak dibayar lunas tapi dibayar per bulan sebesar Rp 4 juta.
Yang dipertanyakan ungkap Rafidin, proses pelelangan tersebut melalui prosedur atau tidak.
Menurut Rafidin, pelelangan aset daerah harus melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Pelelangan dan Lelang (KPKNL).
"Ketika aset masih tertera bagian dari 391 itu, maka logikanya lelang aset tidak dilakukan melalui KPKNL. Ya pantas saja KPK masuk di sini, karena ada yang tidak sesuai prosedur," bebernya.
Selain itu ungkap Ketua Fraksi PAN ini, ada 126 titik tanah dalam 391 aset yang 80 persen di antaranya tidak memiliki sertifikat.
Sehingga tegasnya, wajar lahan-lahan tersebut saat ini dikuasai secara pribadi oleh oknum-oknum tertentu.
Ia menduga, ada praktik tukar guling tidak sah yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bima dengan beberapa warga yang kini menguasai tanah aset daerah tersebut.
"Ini perkiraan saya ya. Contohnya, pemerintah kabupaten mau bangun sekolah di Belo tapi tidak ada lahan. Akhirnya, tukar guling dengan warga yang punya lahan di Belo itu dengan aset yang ada di Kota Bima. Saya curiga praktiknya begitu, semuanya," ungkap Rafidin.
Pria yang pernah menjadi wartawan ini mengakui, keberadaan KPK dalam persoalan aset antara Pemkab Bima dan Kota Bima patut diapresiasi.
Tidak hanya untuk menjalankan amanat undang-undang, tapi membuat jelas status dan keberadaan aset.
Seharusnya kata Rafidin, Pemkab Bima menginventarisir dan memvalidasi terlebih dahulu data aset sebelum lakukan serah terima, yang telah ditandatangani pada tahun 2020 lalu.
Sehingga masalah status aset saat ini, tidak menjadi persoalan baru.
"Pertanyaan saya, apakah 391 aset itu masih ada semua? Faktanya, ada yang dikuasai secara pribadi dan itu masalah. Saya rasa KPK harus menyelidiki dugaan-dugaan ini," tandasnya.
(*)