Laporan Wartawan Tribunlombok.com, Patayatul Wahidah
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Sampah bukan lagi sumber masalah.
Sampah bisa diolah menjadi berbagai benda bermanfaat.
Bahkan, Theo Setiaji Suteja, warga di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) membuat rumah dari sampah.
Dengan ketekunannya, pemilik The Griya Lombok ini mampu membuat rumah dari daur ulang sampah kertas.
Soal kekuatan rumah, tak perlu diragukan.
Rumah kertas buatan Theo ini sangat kokoh. Bahkan tahan dari gempa bumi dan api.
“Jadi rumah ini terbentuk hampir 30 persen dari batu bata ini, rumah tahan gempa,” kata Theo Setiaji Suteja, yang ditemui TribunLombok.com, Minggu, 13 Maret 2022.
Baca juga: The Griya Lombok, Rumah Daur Ulang Sampah Kertas Bisa Jadi Pilihan Wisata Edukasi Penonton MotoGP
Baca juga: Earth Hour Bersih-bersih Pantai Loang Baloq, Temukan Banyak Sampah Tertimbun Pasir
Sambil menunjukkan benda berbentuk persegi panjang itu, ia meminta Tribunlombok.com menguji kekokohannya.
Dari bentuknya, benda itu tampak seperti batu bata pada umumnya.
Hanya saja berwarna hitam legam akibat percobaan pembakaran beberapa kali.
Berbeda dengan batu bata biasanya, benda daur ulang sampah kertas ini justru begitu ringan tetapi bertekstur padat.
Bahkan saat dipukulkan satu sama lain, batu bata ini tidak pecah.
Hanya menimbulkan suara keras seperti suara buku tebal yang dipukul bersamaan.
Tekstur dan kepadatan yang kokoh itu didapatkan dari penyusutan kertas setelah proses pengeringan.
“Waktu basah, satu batu bata ini beratnya 2 kilogram, sekarang sisa setengah kilo, berarti satu setengah kilo terjadi penyusutan. Nah, itulah yang menciptakan kekuatannya,” jelasnya.
Batu bata dari daur ulang sampah kertas tidak hanya membuat bobot rumah ringan, tapi menjadikan konstruksi rumah lebih kokoh.
Melebihi batu bata yang umum digunakan selama ini.
Karena itulah, saat gempa besar mengguncang Lombok 2018 lalu, The Griya Lombok tetap berdiri kokoh tanpa adanya retakan.
Tidak hanya tahan gempa, penggunaan daur ulang sampah kertas ini juga bisa tahan terhadap api dan air.
Theo menunjukkan atap gazebo miliknya yang bertahun-tahun terpapar hujan panas namun kondisinya tetap terjaga.
“Batu bata dari kertas bagaimana ya? Aman ndak? Waktu gempa kemarin aman. Kena api gimana? Sering kita demo, bakar dengan pertalite dan bensin," ujarnya.
"Kena air gimana pak? Uuh itu atap berugak udah dua setengah tahun usianya, itu dari kertas itu,” ujarnya.
Theo berharap ke depannya limbah kertas dapat menjadi pilihan pengganti kayu dan batu bata dalam proses pembangunan.
(*)