Kedua pengawalnya yang mengetahui kepergian sang Habib, segera menyusul dengan berenang.
“Berkat kebijakan Habib, akhirnya mereka kembali ke sini. Tetapi sesampainya di darat, dua pengawal itu, entah bagaimana, dipanggil oleh Allah secara bersamaan,” katanya.
Melanjutkan ceritanya, Bahril berkata, "Karena itulah daerah ini dinamakan Batu Layar,” cetusnya.
Suasana makam tampak sepi ketika Tribunlombok.com datang, belum ada pengunjung yang melakukan aktivitas ziarah.
Area makam ini terletak di Jalan Raya Senggigi, Kecamatan Batu Layar, Kabupaten Lombok Barat.
Tiga puluh menit ke arah barat dari pusat Kota Mataram dengan berkendara.
Tepatnya di bagian tepi belokan jalan raya Senggigi dengan bangunan no.69 berpagar besi hijau dan dinding beton.
Luas area makam ini kurang lebih lima belas area dengan bentuk fondasi tanah cenderung berbukit.
Sehingga pengunjung yang ingin berziarah ke makam utama, harus menaiki sejumlah anak tangga hingga sampai ke bagian puncak.
“Pengunjung tidak hanya dari Lombok Barat, Lombok Tengah atau Lombok Timur, dari Jawa hingga Sulawesi juga banyak datang ke sini rombongan,” kata pria yang dulu pernah belajar di IKIP Mataram itu.
Makam Keramat Batu Layar dibuka selama dua puluh empat jam.
Karena aksesibilitas yang mudah, banyak para peziarah datang ketika malam hari hingga meminta izin untuk menginap melakukan ibadah di sana.
Bahril bercerita, setiap peziarah datang dengan cara yang berbeda-beda dan niat yang berbeda-beda pula.
Perbedaan itu tidak menjadi masalah bagi Bahril, ia tetap mengizinkan para peziarah untuk melakukan ibadah.
“Cara zikirnya juga beda-beda, bahkan ada yang datang itu dengan menggunakan minyak wangi dan minyak wanginya disiram ke kelambu makam,” kenangnya.