Sehingga diputuskan manajemen rumah sakit mengantar jenazah pasien ke rumahnya di wilayah Sekarbela.
”Jadi di sini saya tekankan tidak ada penjemputan secara paksa, tetapi yang terjadi adalah pengantaran masyarakat yang merasa kehilangan. Alhmarhum adalah tuan guru di Sekarbela,” tegas Heri.
Meski demikan, Kombes Pol Heri Wahyudi tidak menapik jika malam itu cukup ramai karena banyaknya warga yang mendatangi rumah sakit.
Tapi baginya, hal itu bukan bentuk upaya penjemputan paksa dari warga.
”Memang ramai karena mungkin bentuk kecintaan masyarakat terhadap tokoh masyarakat di situ,” katanya.
Tetapi yang mengantar jenazah tetap dari rumah sakit menggunakan ambulans dan APD lengkap.
”Bahkan ada 10 APD untuk keluarga almarhum,” katanya.
Semua proses tersebut tetap menggunakan protokol kesehatan untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19.
Tapi kepolisian belum berani memastikan apakah HF positif Covid-19 atau tidak. Hal tersebut merupakan kewenangan rumah sakit untuk menyatakan.
”Jadi jenazah itu kita antar ke rumahnya di wilayah Sekarbela, dikawal langsung aparat keamanan,” jelasnya.
Sehingga tidak ada jenazah pasien yang dibawa atau jemput paksa oleh keluarga.
”Tidak-tidak, kita yang antar ke sana,” katanya.
Aparat keamanan sendiri, lajut Heri, tetap berada di lokasi tersebut melakukan pengamanan.
Anggota tetap standby di rumah sakit melakukan pengamanan setiap malam. Tim Polsek Pagutan dan anggota piket juga melakukan pengamanan.
”Anggota tetap kita standby-kan di setiap rumah sakit untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan,” ujarnya.
Heri menambahkan, kehadiran sejumlah tokoh masyarakat, termasuk Wakil Wali Kota Mataram H Mujiburrahman sangat membantu untuk mencairkan suasana.
Wakil wali kota yang juga warga Sekarbela akhirnya bisa menenangkan ratusan warga yang hadir.
”Pak wakil juga tokoh di sana jadi peran beliau untuk memenangkan masyarakat cukup besar,” katanya.
(*)