Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Kondisi psikologi WM (17), pelajar korban pelecehan seksual ayah kandungnya, mantan anggota DPRD NTB benar-benar tertekan.
Hingga saat ini WM terus murung dan tidak bisa makan dan minum seperti biasa.
Sejak peristiwa kelam itu, pelajar malang ini tidak berani berinteraksi dengan orang lain selain keluarga ibunya.
Bahkan WM sangat takut kalau melihat ada orang datang mirip bapaknya datang ke rumah.
”Saya melihat keponakan saya benar-benar terguncang. Kalau dia melihat orang mirip bapaknya langsung teriak,” kata Zulkifli, paman WM yang menuturkan kondisi keponakannya itu, pada TribunLombok.com, Jumat (22/1/2021).
Saking traumanya, bila ada orang datang ke rumahnya, kadang-kadang anak tersebut merasa sangat ketakutan.
“Dia kira bapaknya (datang),” tutur Zulkifli, saat ditemui di kantor pengacara yang mendampingi korban.
Satu kali pada saat pemeriksaan di markas Polresta Mataram. Di sana dia melihat bapaknya yang sedang diperiksa.
Secara spontan WM langsung menutup mata karena tidak berani melihat bapaknya.
Baca juga: Aksi Pencuri Digagalkan Polisi saat Hendak Beraksi di Kampung Sendiri
”Dia (korban) langsung berteriak. Saya amankan langsung dan menaikkan ke mobil, bawa ke rumah. Memang kasihan sekali anak ini,” ujar Zulkifli sembari menggeleng-gelengkan kepala.
Karenanya, Ia datang langsung dari kampungnya di Kabupaten Bima secara khusus untuk menjaga dan mendampingi keponakannya.
Zulkifli mengaku sangat kasihan melihat keponakannya. Kadang-kadang Ia pun tidak kuat melihat ekspresi anak tersebut yang sudah jauh berubah.
”Sehari-hari dia hanya mengurung diri di dalam kamar,” ungkapnya.
WM hanya mau bicara dengan pihak keluarga, itu pun sangat susah.
Keluarga sangat hati-hati mengajaknya bicara karena psikologisnya belum pulih.
Keluarga pun memahami kondisi WM, sehingga tidak berani menanyakan hal-hal aneh lebih detail kepada keponakannya itu.
”Kita tidak berani ngomong (ajak bicara) yang berat-berat. Kita ngomong sekedarnya saja,” katanya.
Keluarga pun terus memberikan motivasi kepada korban agar kondisi psikologinya bisa kembali normal. ”Tapi itu masih sulit,” ujarnya.
Makan minum pun sangat sulit. Dia hanya mau minum air putih. Kalau pun mau makan, itu karena dipaksa keluarga.
”Paling makan hanya satu suap, itu pun dipaksa,” jelasnya.
Zulkifli membandingkan, sebelum kejadian itu keponakannya dikenal sangat ceria. Tetapi kini berbanding terbalik, dia menjadi sangat pendiam.
”Ceria sekali dulu dia,” katanya.
Baca juga: KABAR GEMBIRA, 565 Keluarga di Pulau Terluar NTB Nikmati Listrik Prabayar
Melihat kondisi itu, keluarga akan berupaya memulihkan psikologinya.
Selain menempuh jalur hukum, Ia meminta bantuan kepada pendamping sosial, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, dan relawan sahabat anak untuk mendampinginya.
Harapannya, psikologi anak tersebut bisa segera pulih.
Sementara WM yang ditemui di kantor pengacara bersama keluarnya tampak murung. Dia tampak tertekan dan tidak berani melihat ke kamera media.
Wajahnya dia tutupi dengan masker dan jilbab hitam. Namun matanya tampak berkaca-kaca karena masih merasa syok.
Tidak Pernah Menyangka
Zulkifli mengaku, Ia dan pihak keluarga benar-benar tidak menyangka dengan musibah yang dialami putri mereka.
Terlebih, perlakuan bejat itu dilakukan ayah kandungnya sendiri.
”Ini di luar akal sehat manusia, kok bisa berbuat seperti itu sama anak kandung sendiri,” keluhnya.
Zulkifli mengenal dekat dengan tersangka AA. Dia menikah dengan adiknya (ibu korban). Selama ini tidak pernah terjadi apa-apa AA dengan keluarga istrinya.
Bahkan hubungan mereka dengan AA sangat baik.
Baca juga: Selalu Waspada, NTB Dilanda 68 Kali Gempa Bumi dalam Seminggu
Meski AA mengaku telah menceraikan ibu korban, namun secara hukum negara belum sah perceraiannya.
”Selama ini semuanya baik-baik saja, makanya kami sangat terkejut dengan peristiwa ini,” ujarnya.
AA (65), ayah kandung korban, mantan anggota DPRD NTB lima periode mencabuli anaknya Senin (18/1/2021).
Perbuatan bejat itu dilakukan saat rumah sedang sepi dan ibu korban tengah berjuang melawan Covid-19 di rumah sakit.
(*)