Wisata Lombok

Tradisi Perang Api di Lombok, Simbol Melawan Wabah Penyakit dan Roh Jahat Jelang Nyepi

Tradisi perang api ini menjadi ritual sakral bagi umat Hindu di Lombok. Sebab perang api ini menjadi simbol perang melawan wabah penyakit.

Penulis: Atina | Editor: Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM/ATINA
Perang api antara umat Hindu di Lingkungan Negarasakah dan Sweta, Selasa 21 April 2023. Tradisi ini dilakukan menjelang puncak perayaan Nyepi di Kota Mataram. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Ritual perang api di Lombok kembali digelar sebelum perayaan Hari Nyepi tahun 2023.

Tradisi perang api ini menjadi ritual sakral bagi umat Hindu di Lombok. Sebab perang api ini menjadi simbol perang melawan wabah penyakit dan roh jahat di muka bumi.

Perang api terjadi antara umat Hindu Lingkungan Negarasakah dan Sweta.

Bertahun-tahun digelar, perbatasan antara dua lingkungan ini menjadi simpul digelarnya perang api.

Pantauan TribunLombok.com Selasa (21/3/2023), perang api dimulai pukul 17.00 WITA, massa dari 2 lingkungan mulai membakar daun kelapa kering.

Aksi saling pukul dan lempar api terjadi selama 10 menit lamanya, hingga water cannon menyemprotkan air untuk meredam perang api antar dua kelompok warga.

Baca juga: Melihat Persiapan Pawai Ogoh-ogoh di Pulau Seribu Masjid

Sempat terjadi ketegangan, namun tidak berlangsung lama dan dua kelompok warga bersalaman, berpelukan pertanda situasi kembali kondusif.

Kapolres Mataram Kompol Nasrullah yang ditemui usai perang api mengakui, sempat terjadi ketegangan antara dua kelompok warga.

Namun hal tersebut dianggap normal, karena pengaruh alkohol dan aksi massa.

"Iya tadi sempat tegang, tapi sudah terkendali. Biasa, mungkin pengaruh alkohol juga," kata kapolres.

Ia menyebutkan, ada 700 lebih personil gabungan yang dikerahkan untuk mengamankan pawai ogoh-ogoh hingga perang api.

Termasuk penyiapan water canyon, untuk penyemprotan air jika perang api sudah mencapai titik puncak.

"Kami sudah sepakat dengan panitia penyelenggara, perang api maksimal sepuluh menit makanya tadi, langsung semprot sampai saya basah begini," katanya sembari menunjukkan baju yang basah kuyup.

Arus lalu lintas di kawasan ini pun sempat macet selama perang api terjadi, namun perlahan lancar ketika ritual selesai.

Terlihat daun kelapa kering sisa perang api menumpuk di jalan raya, usai perang berlangsung.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved