HUT PDI Perjuangan

Wawancara khusus Puan Maharani: Saya Sudah Bekerja Maksimal di DPR

Puan pun angkat bicara soal kinerjanya yang dikritik oleh masyarakat. Menurutnya, DPR RI di era kepemimpinannya telah bekerja secara maksimal.

Editor: Dion DB Putra
TRIBUNNEWS.COM
CEO Tribun Network Dahlan Dahi (kiri) menyerahkan kenang-kenangan kepada Ketua DPR, Puan Maharani di Jakarta, 11 Januari 2023. 

TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Puan Maharani menjadi perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sejak 2019.

Puan yang juga ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) itu berhasil mengantongi 404.034 suara di daerah pemilihan (Dapil) Jawa Tengah V pada pemilihan legislatif (Pileg) 2019. Puan pun dilantik menjadi Ketua DPR RI pada 1 Oktober 2019 lalu.

Baca juga: Wawancara Khusus Puan Maharani: Menentukan Capres Bukan Perkara Mudah

Selama menjabat sebagai Ketua DPR RI, Puan Maharani mengaku mendapat sejumlah kritikan dari masyarakat. Di mana, dia dinilai tak bekerja maksimal selama menjadi orang nomor satu di Parlemen Senayan itu.

Puan pun angkat bicara soal kinerjanya yang dikritik oleh masyarakat. Menurutnya, DPR RI di era kepemimpinannya telah bekerja secara maksimal.

Hal itu diungkapkan Puan Maharani saat sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Ruang Ketua DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (11/1/2023). Berikut petikan wawancanya.

Ini agak bergeser ke DPR. Berdasarkan banyak survei itu lembaga yang kepercayaan publik paling rendah ini DPR. Menurut Mbak Puan apa yang bisa dilakukan agar DPR kepercayaannya di masyarakat bisa naik?

Ya setelah kemudian saya dipercaya dan diberikan amanah sebagai Ketua DPR, saya kemudian berusaha membangun menjadi DPR yang terbuka. Bisa menerima aspirasi rakyat.

Tentu saja dengan cara waktu itu kan beberapa kemudian setelah saya dilantik sebagai Ketua DPR kan Covid, pandemi Covid. Jadi kita hanya bisa zoom.

Di Zoom pun saya membuka DPR untuk bisa dilihat oleh publik. Jadi kalau dalam pembahasan-pembahasan itu saya minta publik bisa memberikan masukannya apa saja yang bisa diterima dan tidak bisa diterima.

Dan tentu saja yang namanya masuk ke rumah itu di mana-mana ada aturan yang nggak bisa masuk nyelonong aja. Misalnya, menuliskan surat minta izin, teriak-teriak di depan sana misalnya begitu, tetapi memaksa masuk dia, tidak bisa.

Jadi saya membuka DPR terbuka untuk publik atau rakyat, tapi dengan aturan. Setelah kemudian sekarang pandemi Covid-19 sudah berkurang, apalagi ke depannya sudah mulai aturan PPKM itu dibuka bisa berkumpul.

Kemarin saja dalam pembahasan-pembahasan undang-undang, bahkan saya membuka satu ruangan untuk masyarakat atau perwakilan dari masyarakat untuk mengikuti jalannya pembahasan dari setiap undang-undang.

Ketua DPR Puan Maharani (kiri) dan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra di Jakarta, 11 Januari 2023.
Ketua DPR Puan Maharani (kiri) dan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra di Jakarta, 11 Januari 2023. (TRIBUNNEWS.COM)

Jadi mereka baru tahu 'Mbak saya baru tahu ternyata membahas undang-undang itu tidak segampang itu. Ada pro kontra melibatkan 9 fraksi, bahkan anggota DPR'.

Kadang-kadang anggota DPR punya hak untuk bicara, walaupun itu berdasarkan dari satu fraksi belum tentu semuanya menyatakan hal yang sama kecuali nanti kemudian fraksinya menyatakan menyetujui satu hal baru semuanya menyetujui, tapi anggota DPR punya hak untuk menyampaikan terlebih dahulu. Jadi begitu.

Makanya bukannya kalau membahas undang-undang itu hari ini bisa atau hari ini akan dibahas, besok harus selesai itu perlu proses yang panjang.

Jadi kemudian kenapa saya membuka diri, supaya masyarakat paham bahwa sekarang saya meminta agar ada mahasiswa-mahasiswa ikut program Merdeka Belajar.

Jadi masuk ke sini supaya mereka juga bisa melihat teman-teman mahasiswa. Ini ada adik mahasiswa ini bagaimana sih rapat paripurna, bagaimana rapat di komisi, bagaimana sih pembahasannya.

Apakah kalau mereka nanti tidak lagi di depan menyampaikan aspirasinya enggak kita dengar, kita dengar, tetapi tidak mungkin hari itu selesai karena ada mekanisme dan hal-hal yang kita lakukan.

Kemudian semua kebijakan ada di sini. Saya juga baru memahami bahwa kebijakan apa yang dapat dilakukan pemerintah harus disetujui oleh DPR atau dibahas bersama dengan DPR.

Kalau kemudian di masa lalu dianggap bahwa DPR tidak bekerja dan lain sebagainya. Itu persepsi itu yang kami di DPR ingin merubah hal tersebut.

Cuma tentu saja mengubah sesuatu hal itu perlu masa transisi. Tidak bisa saya buat satu tahun selesai dua tahun, selesai.

Jadi kalau kemudian karena kebijakannya selalu ada di sini dan kenakalan kebijakan-kebijakan tersebut tidak sesuai dengan harapan rakyat jadi dianggap DPR tidak bekerja DPR itu tidak melakukan apa-apa.

Mungkin karena itulah kemudian dinyatakan bahwa DPR merupakan salah satu lembaga yang dianggap tidak kredible. Makanya itu persepsi seperti itu yang kami di DPR berusaha dengan teman-teman yang lain untuk membuka secara luas, apa sih sebenarnya DPR itu.

Mbak Puan, sebagus-bagusnya pemimpin, termasuk memimpin lembaga yang luar biasa ini DPR RI, pasti punya haters. Dan haters itu muncul di media sosial. Sebagai pemimpin, Ketua DPR, apakah Mbak Puan sering mengikuti haters-haters itu yang melakukan bullying kepada Mbak Puan di media sosial?

Ya kadang-kadang saya suka baca juga kemudian ada yang menyampaikan, katanya Mbak ini gini..gini..gini Mbak digini-giniin. Pemimpin Itu nggak mungkin semuanya senang. Pemimpin itu dalam menjalankan tugas-tugas dan kerjanya masih ada pro dan kontra.

Buat saya selama saya merasa saya melakukan hal yang terbaik, yang bisa saya lakukan saya tetap jalan terus. Jadi tidak kemudian merasa ciut karena haters.

Saya jadi banyak atau di-bullying nggak karena saya merasa sudah melakukan sesuatu yang menurut saya memang saya lakukan untuk rakyat untuk DPR dan yang terbaik untuk yang saya bisa lakukan.

Sebagai manusia, saya tidak mungkin sempurna. Jadi tidak mungkin semua keinginan dari masyarakat itu bisa saya penuhi.

Tetapi saya kerja saja dan kerja kerja kerja. Tapi kemudian orang bertanya, Mbak kerjanya apa sih kayaknya nggak pernah ngapa-ngapain.

Nah itu yang perlu dipahami juga sebenarnya tugas dari Ketua DPR itu apa sih. Ketua DPR itu kan menyampaikan apa yang sudah dilakukan oleh DPR.

Tidak mungkin juga saya yang harus bicara, kan ada komisi, ada teman-teman di AKD, dan lain-lain, ada Ketua Fraksi ada Fraksi dan lain-lain.

Sebenarnya penugasan yang ada di DPR itu ketua DPR cuman satu karena dianggap atau penugasannya jika ketua DPR sudah berbicara itu atas nama DPR.

Mbak Puan di antara para haters dan bullying yang paling menyakitkan hati bahwa itu ketika mereka ngomongin apa?

Ketika mereka mengatakan sesuatu yang sebenarnya mereka tidak tahu apa itu. Jadi sebenarnya karena ketidaktahuan, ketidakpahaman, tetapi begitu mudahnya begitu gampangnya menyampaikan suatu komentar yang sebenarnya tidak tahu apa isi dari hal yang mereka bicarakan.

Jadi ya mungkin pada kesempatan ini, saya berharap dan mengimbau jika ada satu hal yang dirasa tidak sesuai, ya sampaikan saja apa yang menjadi aspirasinya, tanpa perlu saling mencaci maki atau kemudian membuat seseorang itu merasa direndahkan atau diintimidasi.

Mbak Puan, Mbak punya media sosial mensosialisasikan kegiatan Mbak Puan. Apa mungkin kosituen itu menyampaikan pesan dan harapan lewat media sosial Mbak Puan. Orang jangan-janga malah berfikir, mbak Puan tidak pernah baca?

Ada juga yang kemudian menyampaikan, walaupun saya tidak baca kan ada tim yang membaca.

Ada juga yang kemudian melihat bahwa ini perlu ditindaklanjuti atau di-follow up. Karena kalau saya hanya membaca media sosial terus, kapan kerjanya.

Mbak Puan, ini satu pertanyaan pamungkas. Mbak Puan selalu disebut sebagai sosok yang berada di bayang-bayang Ibu dan Kakek. Kita tidak bisa pungkiri bahwa nama Soekarno melekat terus karena itu nama keluarga. Bagaimana pendapat Mbak Puan dan menjelaskan ini bahwa Mbak Puan sosok yang tidak melulu di bayang-bayang Bu Mega dan Ir Soekarno?

Yang pertama saya tidak bisa milih saya lahir dari siapa. Dari ibu yang mana. Karena saya lahir dari seorang ibu yang bernama Ibu Megawati Soekarnoputri yang mana ibu saya adalah putri dari Bung Karno atau Ir Soekarno, itu pertama.

Jadi itu merupakan suatu hal yang sangat saya syukuri. Karena memang saya lahir di suatu keluarga yang kalau di Indonesia itu dianggap kakeknya kok presiden, ibunya presiden, walaupun bukan saya yang minta dilahirkan di seorang ibu yang namanya Ibu Megawati Soekarnoputri.

Dan itu tentu saja bagaimana keluar, saya rasa seumur hidup saya tidak mungkin saya keluar dari situ. Karena ini kakek dan ibu saya. Yang bisa saya lakukan adalah bagaimana saya menunjukkan kinerja saya sebaik-baiknya, semampunya saya laksanakan.

Kalau kemudian ada yang membandingkan 'tetapi Puan kan tidak mungkin menjadi Bung Karno'. Yaa enggak mungkin. Dan Puan juga tidak mau menjadi Ibu Megawati, ya tidak mungkin.

Puan ya Puan, gitu kan. Bahwa kemudian orang selalu melihat bayang-bayang itu ada di belakang saya atau di depan saya, ya nggak bisa tetap saja ibu saya Ibu Megawati Soekarnoputri dan kakek saya Bung Karno.

Jadi ya justru nama besar tersebut sebenarnya saya sangat bangga saya menjadi bagian dari keluarga ini. (Tribun Network/ Yuda)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved