Khazanah Islam
3 Golongan yang Tidak Diterima Salatnya Dalam Islam, Termasuk Wanita yang Tak Melayani Suami
Ada tiga golongan dalam Islam yang tidak diterima salatnya, termasuk orang yang memutus tali persaudaraan dan tidak melayani suami.
TRIBUNLOMBOK.COM - Salat merupakan ibadah paling utama bagi umat Islam.
Meninggalkannya adalah sebuah kerugian dan kehinaan.
Sebagai seorang muslim, kita diwajibkan untuk melaksanakan shalat lima waktu.
Namun dengan berbagai macam keutamaanya, ada golongan yang tidak diterima salatnya.
Maka untuk menghindari diri dari golongan tersebut, haruslah kita mengetahui cirinya.
Tidak diterima salatnya bukan karena meninggalkan syarat dan rukun.
Baca juga: Apa Itu Salat Lihurmatil Waqti? Keadaan, Niat, dan Tata Cara Melaksanakannya
Akan tetapi karena perbuatan mereka di luar salat, yang melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya.
Rasulallah SAW Bersabda:
ثلاثة لا ترتفع صلاتهم فوق رءوسهم شبرا، رجل أم قوما وهم له كارهون وأمراة باتت وزوجها عليها ساخط واخوان متصارمان
“Ada tiga kelompok yang sholatnya tidak terangkat walau hanya sejengkal di atas kepalanya (tidak diterima oleh Allah). (1) Orang yang mengimami sebuah kaum tetapi kaum itu membencinya, (2) Istri yang tidur sementara suaminya sedang marah kepadanya dan (3) Dua saudara yang saling mendiamkan (memutuskan hubungan).” (HR. Ibnu Majah)
Dari hadits di atas, dapat kita ketahui beberapa golongan yang tidak diterima salatnya. Berikut penjelasannya.
Pertama, orang yang mengimami suatu kaum yang membencinya.
Ketika seorang imam salat diantara jemaah yang membencinya, syariat Islam telah mengaturnya.
Baca juga: Enam Kelebihan Salat Berjemaah bagi Umat Islam, Setiap Langkah dan Duduknya Menjadi Pahala
Membenci dalam hal ini bukan karena masalah keduniaan, melainkan kebencian itu timbul karena kemaksiatan kepada Allah.
Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri Rahimahullah berkata:
لأمر مذموم في الشرع وإن كرهوا لخلاف ذلك فلا كراهة قال بن الملك كارهون لبدعته أو فسقه أو جهله أما إذا كان بينه وبينهم كراهة عداوة بسبب أمر دنيوي فلا يكون له هذا الحكم
Artinya: “Yaitu (kebencian) disebabkan urusan tercela dalam pandangan syariat. Jika kaumnya membencinya pada masalah yang diperselisihkan (sosial/keduniaan) maka tidak dibenci (kepemimpinannya itu). Ibnu Al-Malik berkata: mereka membencinya karena kebid’ahannya, atau kefasikannya, atau kebodohannya. Ada pun jika antara dirinya dan kaumnya ada kebencian yang disebabkan urusan duniawi, maka dia tidak terkena hukum ini.”
Maka barang siapa yang menjadi imam, sementara makmumnya tidak menyukainya. Maka sholat orang tersebut tidak akan terangkat meskipun hanya sejengkal dari kepalanya.
Menurut sebagian ulama, termasuk dalam kategori imam juga adalah orang-orang yang diberikan amanah. Seperti, ketua RT, ketua RW, lurah hingga presiden.
Apabila para pemimpin tersebut dibenci oleh warganya, maka sholatnya tidak akan Allah terima.
Kedua, seorang wanita tidur, sedangkan suaminya sedang marah padanya.
Golongan selanjutnya adalah seorang wanita yang meninggalkan suaminya tidur.
Sedangkan suaminya dalam keadaan tidak ridha terhadapnya, yaitu karena tidak memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri.
Maka salat wanita yang seperti ini, sia-sia di sisi Allah SWT.
Melayani dalam hal ini tidak hanya berhubungan intim suami istri, tetapi juga dalam banyak aspek dan peran sebagai seorang istri.
Dalam suatu riwayat Sayyidina Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu berkata. Bahwasanya Rasulallah SAW bersabda.
Artinya: “Seandainya seorang istri menyakiti suaminya di dunia. Maka berkata para wanita surga: janganlah engkau menyakitinya, semoga Allah melaknatmu. Karena dia hanya sebentar bersamamu di dunia, dan akan kembali kepada kami” (HR. Tirmizi dan Ibnu Majah).
Sementara sangat ironi, bahwa sebagian istri tidak memperhatikan suaminya.
Tidurnya pada malam itu atau pada dua malam bahkan sepuluh malam atau sebulan dalam keadaan suaminya sedang marah.
Ketiga, dua saudara yang memutuskan silaturrahim.
Golongan terakhir adalah dua saudara yang saling mendiamkan serta memutuskan hubungan.
Kedua orang tersebut tidak akan mendapatkan balasan apapun dari salat yang dikerjakannya.
Hingga menyambung kembali hubungan yang diputuskannya. Maka selama keduanya putus hubungan, selama itu pula salatnya tidak diterima.
Saudara di sini bukan hanya sekedar satu ibu dan bapak.
Akan tetapi lebih daripada itu, yaitu saudara biologis dan ideologis (iman).
Sesuai dengan apa yang telah dikatakan Imam Al-Munawi Rahimahullah memberikan penjelasan:
( وأخوان ) من نسب أو دين ( متصارمان ) أي متهاجران متقاطعان في غير ذات الله تعالى
Akhwaani (dua orang bersaudara) baik dari saudara karena nasab atau agama (mutashaarimaani) yaitu saling memboikot (hajr) dan memutuskan hubungan bukan karena Allah Ta’ala.
Itulah tiga di antara yang dapat menyebabkan salat tidak diterima oleh Allah SWT.
Seyogyanya harus diketahui dan kemudian ditinggalkan. Agar salat yang dilaksankan, diterima Allah SWT.
(*)
Tulisan ini merupakan karya Ruhul Qudus, mahasiswa IAIH NW Lombok Timur.