Wisata Lombok
Rumah Adat Limbungan, Kampung Tradisional Lombok yang Belum Banyak Diketahui
Rumah Adat Limbungan, di Dusun Limbungan, Desa Perigi, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur, merupakan salah satu objek wisata Lombok.
TRIBUNLOMBOK.COM - Objek wisata Lombok tidak hanya wisata pantai atau wisata air terjun.
Rumah adat atau kampung tradisional juga menjadi salah satu alternatif kunjungan saat traveling wisata Lombok.
Objek wisata Lombok berupa kampung tradisional ini akan memberikan pengalaman berbeda bagi wisatawan.
Beberapa dusun di Lombok hingga kini masih mempertahankan bentuk asli perkampungan masyarakat Suku Sasak.
Salah satunya Rumah Adat Limbungan, di Dusun Limbungan, Desa Perigi, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Baca juga: Wisata Lombok Loang Gali, Kolam Renang Tirta Reban Bela dengan Nuansa Hutan Lindung
Rumah Adat Limbungan merupakan salah satu rumah tradisional Suku Sasak di Pulau Lombok.
Rumah Adat Limbungan hampir sama dengan kampung tradisional yang ada di Desa Sade Lombok Tengah, Desa Bayan Lombok Utara, dan Sembalun Lombok Timur.
Namun rumah-rumah ini memiliki perbedaan dari segi bentuk, ketetntuan, dan ritual yang dilakukan untuk merawat rumah.
Arsitektur
Rumah Adat Limbungan sendiri identik dengan rumah dengan bahan bangunan dari alam.
Bagian tiangnya menggunakan kayu, dinding dengan anyaman bambu, dan rajutan alang-alang sebagai atap.
Baca juga: Wisata Lombok, Ragam Aktivitas Wisata Seru di Gili Trawangan
Bahan alam yang digunakan pada konstruksi perumahan adat limbungan, pada bagian tiang, pagar dan atapnya, menjadikanya terlihat ringan dan elastis.
Rumah Adat Limbungan berdiri di Dusun Limbungan Baret (barat) dan Limbungan Timuk (timur).
Rumah adat ini berada di ketinggian sekitar 750 MDPL.
Luas wilayah tempat berdirinya rumah adat limbungan masing-masing seluas 2 hektare.
Rumah Adat Limbungan dikelilingi oleh persawahan.
Permukiman rumah ditata menghadap timur atau arah matahari terbit.
Kemudian dibentuk seperti blok, yang setiap bloknya terdiri dari tujuh sampai belasan rumah.
Ditata saling membelakangi, dengan jarak masing-masing 1 meter dari setiap rumah.

Di area berdirinya Rumah Adat Limbungan tidak ditemui bahan rumah permanen, seperti semen, besi, dan genteng.
Sudah menjadi ketentuan, warga tidak diperbolehkan membangun rumah permanen di antara permukiman rumah adat.
Sehingga apabila ingin membangun rumah permanen, harus keluar dari kampung adat.
Oleh sebab itu kebanyakan rumah adat ini ditempati orang tua yang sudah lanjut usia.
Sangat jarang terlihat penduduk usia muda seabagai penghuni rumah adat.
Kalau pun masih ada, itu karena tidak mampu atau tidak memiliki tanah untuk membangun rumah permanen.
Bahan bangunan Rumah Adat Limbungan berasal dari alam.
Mulai dari kayu sebagai kerangka, bambu sebagai pagar, alang-alang sebagai atap, pondasi dari tanah, dan batu yang dipadatkan.
Serta lantainya mengunakan tanah yang dicampur kotoran sapi dan getah kayu.
Kotoran sapi digunakan untuk menghaluskan permukaan.
Sedangkan getah kayu diyakini untuk mencegah serangga memasuki rumah.
Atap rumah adat berbentuk limas, dibuat dari alang-alang yang dianyam menggunakan bambu.
Atap ditegakkan oleh kerangka berbahan bambu.
Tidak terdapat langit-langit pada rumah yang tingginya sekitar dua meter dari lantai.
Sehingga menyebabkan rumah terasa sempit.
Seluruh kerangka ditopang dengan mengunakan tiang. Jumlah tiangnya menyesuaikan dengan luas rumahnya.
Rumah Adat Limbungan memiliki dua pintu.
Pintu pertama berada di bagian depan rumah dan kedua berada di dalam sebagai penghubung untuk memasuki ruang dalam.
Rumah Adat Limbungan tidak memiliki jendela.
Udara dan cahaya di dalam rumah, mengandalkan celah-celah dari pagar bambu.
Pada bagian depan Rumah Adat Limbungan terdapat pantek (lumbung) pada setiap rumah.
Pantek dan rumah diposisikan berhadapan.
Pantek berbentuk seperti rumah panggung, dan memiliki dua bagian.
Bagian bawah digunakan sebagai tempat duduk dan bagian atas sebagai tempat menyimpan hasil pertanian.
Bangunan pantek terbuat dari alam juga, yang bagian lantainya terbuat dari bambu yang disusun.
Beda dengan rumah adat yang lainya. Rumah Adat Limbungan belum terlalu dikenal sebagai tempat wisata.
Hal ini dipengaruhi oleh akses pada perkampungan Dusun Limbungan Timur dan Barat masih rusak.
Jalannya masih berupa tanjakan menggunakan tanah dan bebatuan.
Sehingga menyebabkan kendaraan pribadi dan kendaraan umum sulit ketika memasukinya.
Rute ke Rumah Adat Limbungan
Berikut rute menuju Rumah Adat Limbungan.
Jika datang dari Kota Mataram, tribunners bisa melalui jalan raya Mataram-Lombok Timur.
Kemudian melaju menuju Lombok Barat - Lombok Tengah - Lombok Timur mengikuti jalan provinsi.
Ketika sampai di persimpangan Aik Mel, belok kanan, setelah itu melewati Kecamatan Wanasaba.
Setelah sampai di Kecamatan Peringgabaya dan sampai di bagian Peringgabaya Utara, ada gapura bertuliskan selamat datang di Desa Perigi, Kecamatan Suela.
Setelah masuk kemudian ikuti jalan Budaya Limbungan dan akan sampai pada Dusun Adat Limbungan Barat dan Timur Desa Perigi.
Perjalanan dari Kota Mataram sampai Dusun Adat Limbungan sekitar 72 kilometer.
Perjalanan memakan waktu sekitar 2 jam 18 menit menggunakan roda empat. Jika menggunakan angkutan umum ongkosnya Rp 50 ribu.
Jika menggunakan roda dua waktu tempuhnya 2 jam 4 menit mengamhabiskan 1,5 liter bensin.
(*)
Tulisan ini merupakan karya Ruhul Qudus, mahasiswa IAIH NW Lombok Timur.