Laporan Khusus
Gunung Tambora, Kopi dan Cuan yang Belum Dilirik
Pengembangan kopi di kawasan Gunung Tambora memiliki sejarah panjang. Bahkan disebut-sebut sebagai pengembangan industri kopi pertama di Provinsi NTB.
Penulis: Atina | Editor: Sirtupillaili
Perusahaan ini memperkerjakan karyawan sebanyak 192 orang.
Namun sejak tahun 2001, PT. BABS tidak aktif lagi mengelola kebun kopi Tambora.
Hal itu ditandai dengan ditinggalkannya penelantaran perkebunan kopi beserta aset dan karyawan yang ada di dalamnya.
HGU PT BABS berakhir pada tanggal 31 Desember 2001 dan tidak diperpanjang lagi sampai saat ini.

Sejak tahun 2002, pengelolaan perkebunan kopi Tambora diambil alih oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bima untuk menyelamatkan aset dan mata pencaharian warga tidak hilang.
Pada saat pengambilan alihan kata Alan, keadaan perkebunan Kopi Tambora sangat memprihatinkan.
Tanaman Kopi yang produktif hanya 80 ha dari luas tanaman 254 ha.
Produktif kopi hanya sekitar 150 kilogram per hektare.
Kemudian, terjadi penjarahan hasil produksi kopi oleh masyarakat sekitar.
Tuntutan biaya hidup oleh karyawan yang ditelantarkan PT BABS.
Sedangkan karyawan yang bertahan hanya tinggal 63 orang.
Setelah diambil alih, keadaan perkebunan kopi Tambora dari tahun ke tahun semakin membaik.
Kini luas tanaman kopi yang produktif berkembang menjadi 146 hektare pada 3 blok.
Diantaranya Sumber Rejo 52 ha, Sumber Urip 29 ha, dan Besaran 65 ha.
Produksi kopi pun naik, menjadi 450 kilogram per hektare.