Wisata Lombok
Mengenal Sunan Giri, Wali Pendiri Kerajaan Giri Kedaton yang Mensyiarkan Islam hingga ke Lombok
Masifnya gerakan dakwah yang dilakukan Sunan Giri, konon tidak hanya terjadi di pulau Jawa tapi juga hingga ke Nusantara bagian timur
Penulis: Robbyan Abel Ramdhon | Editor: Wahyu Widiyantoro
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robbyan Abel Ramdhon
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Raden Paku atau Joko Samudro, atau yang kelak dikenal sebagai Sunan Giri adalah seorang penyiar Islam sekaligus pendiri Kerajaan Giri Kedaton yang berkedudukan di daerah Gresik, Jawa Timur.
Sunan Giri membangun Giri Kedaton sebagai pusat penyebaran agama Islam di Pulau Jawa pada abad ke-15.
Penyebaran ini, nantinya, meluas hingga Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.
Baca juga: Masjid Djamiq Lebai Sandar: Dibangun pada Abad ke-18, Jejak Kedatangan Islam di Ampenan
Baca juga: Warga Kota Mataram Ramai Hadiri CFD Udayana Meski Berpuasa
Lamuh Syamsuar, akademisi Islam asal Lombok Tengah, mengatakan gerakan dakwah Sunan Giri, terutama ke Nusantara bagian timur dimulai menggunakan jalur laut.
“Bahwa karena ia (Sunan Giri) sering berdakwah lewat jalur laut, Sunan Giri pada masa mudanya juga disebut Jaka Samudra,” tuturnya pada Tribunlombok.com, Sabtu (16/4/2022).
Sunan Giri merupakan putra dari Maulana Ishaq dan Dewi Sekardadu.
Ayahnya seorang mubalig dari Asia Tengah, sementara ibunya adalah Menak Sembuyu.
Versi lain menyebut, saat masih kecil, Sunan Giri pernah dibuang ke laut karena dianggap berbahaya bagi situasi kerajaan pada masa itu.
Alasan itulah yang membuat Sunan Giri dijuluki Jaka Samudra atau Joko Samudro.
Masifnya gerakan dakwah yang dilakukan Sunan Giri, konon tidak hanya terjadi di pulau Jawa tapi juga hingga ke Nusantara bagian timur.
Lamuh mengatakan, penyeberangan Sunan Giri ke pulau-pulau di Nusantara bagian timur mulai terjadi pada abad ke-15.
“Sunan Giri sendiri sudah terbiasa berdakwah ke Nusantara bagian timur seperti Lombok, Sumbawa dan Makasar,” katanya.
Abad inilah yang kemudian dijadikan penanda dari kedatangan Islam di daerah-daerah Nusantara bagian timur, terutama Lombok.
“Tidak ada yang tahu pasti kapan masuk Islam di Lombok, tapi momentum keberhasilan penyebaran saya duga kuat pada era Wali Songo di abad ke-15-16,” jelasnya.
Selaras dengan perkiraan Lamuh, ada sebuah masjid kuno di dataran tinggi Bayan yang dianggap sebagai masjid tertua di Lombok.
Masyarakat Lombok mengenalnya sebagai Masjid Bayan.
Konon, masjid ini dibangun sekitar abad ke-16 oleh seorang penghulu Bernama Titi Mas yang juga merupakan orang pertama di Desa Bayan, Lombok Utara yang memeluk Islam.

Beda tanah beda cerita, di bagian pesisir, tepatnya di Kota Tua Ampenan, ada juga masjid yang Bernama Masjid Djamiq Lebai.
Masjid DJamiq Lebai Sandar terletak Jalan Saleh Sungkar No.3, Dayan Peken, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram.
Menurut informasi yang tertulis di tembok masjid, Masjid Djamiq Lebai Sandar dibangun pada 17 Agustus 1904 M atau pada awal abad ke-18.
Sampai saat ini, Masjid Djamiq Lebai Sandar kerap didatangi para peziarah baik dari Jawa, Sumatra, hingga Sulawesi, yang menelusuri wisata-wisata religi di Lombok.
Baik masjid kuno maupun makam para wali.
(*)