BBM Bersubsidi Sulit Diakses, Nelayan di Lombok Timur Ini Berharap SPBN Diperbanyak
Kurangnya akses pelayanan hingga belum sinkronnya data nelayan membuat penyaluran BBM ini belum tepat sasaran.
Penulis: Sirtupillaili | Editor: Salma Fenty
Misalnya dengan harga solar bersubsidi Rp 5.000 per liter saja, dia cukup membeli seharga Rp 50 ribu untuk 10 liter solar per hari.
Sehingga dalam sebulan dia cukup menghabiskan Rp 1,5 juta untuk BBM. Artinya Sahnam bisa menghemat Rp 900 ribu dalam sebulan.
Tapi harga BBM bersubsidi belum bisa dia dinikmatinya sampai saat ini.
Sebab selama ini dia tidak tahu bagaimana cara mengakses BBM subsidi tersebut.
Jika mau mendapatkan BBM lebih murah, dia harus pergi ke Satuan Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) yang jaraknya sekitar 15 kilometer dari desanya.
Bila lokasi SPBN lebih dekat dengan tempat tinggalnya, Sahnam dan nelayan lainnya di Desa Jerowaru bisa lebih mudah mengaksesnya.
Sahnam hanya salah satu contoh nelayan kecil di NTB yang belum bisa mengakses BBM bersubsidi dari pemerintah.
Masih banyak nelayan seperti Sahnam mengalami nasib serupa.
Selama ini dia tidak pernah mengurus syarat-syarat untuk mendapatkan BBM bersubsidi karena belum tahu informasi lengkap. Bagaimana dan kemana harus mengurusnya.
”Kita belum tahu (cara mengurusnya) dahulu pak ya, belum ada informasi sampai ke sini kan,”katanya.
Tahun 2021, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Lombok Timur coba membantu Sahnam dan nelayan lainnya di Lombok Timur.
KNTI melakukan survei, mendata para nelayan, hingga memasukkan data mereka untuk bisa mendapatkan kartu e-Kusuka, sebagai salah satu syarat mengakses BBM bersubsidi.
Setelah didampingi KNTI, baru-baru ini Sahnam mendapatkan kartu e-Kusuka untuk mengambil BBM bersubsidi.
Tapi kartu tersebut belum dia manfaatkan karena lokasi SPBN sangat jauh dari desanya.
Untuk sampai ke SBPN tersebut, dia harus mengeluarkan ongkos lebih. Sehingga kembali memilih membeli solar di eceran.