Sirkuit Mandalika
Tidak Bisa Melawan, Warga Lingkar Mandalika Sedih Lihat Sawahnya Dikeruk Alat Berat
Amaq Sukril alias Merm (42), warga Dusun Mantel, Desa Sukadana, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah pasrah melihat dua alat berat mengeruk sawahnya.
Penulis: Sirtupillaili | Editor: Maria Sorenada Garudea Prabawati
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TENGAH - Amaq Sukril alias Merm (42), warga Dusun Mantel, Desa Sukadana, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah pasrah melihat dua alat berat mengeruk sawahnya, Senin (6/9/2021).
Tidak ada yang bisa dilakukannya.
Dari kejauhan dia hanya duduk terdiam.
Bapak lima anak ini hanya bisa menyaksikan bulldozer itu mengeruk tiap jengkal tanahnya.
Sawah itu telah puluhan tahun menjadi sumber kehidupan keluarganya.
Amaq Merm sebenarnya ingin turun ke sawah itu. Dia mau memetik tanaman palawija yang belum selesai dipanen.
Komak, kacang panjang, dan rumput gajah miliknya masih ada di sawah itu.
Baca juga: Transaksi Sabu di Gang Kuburan, 2 Pemuda Asal Jawa Barat Diringkus Polresta Mataram
Tapi dia tidak punya kesempatan memetiknya.
Alat-alat berat yang dijaga petugas keamanan lebih dulu merusaknya.
Amaq Merm mengaku, dia baru mengetahui sawahnya dikeruk saat sedang keluar membeli bensin di warung.
Saat itulah dia melihat alat-alat berat mengeruk sawahnya.
Kaget. Dia pun bergegas mendekat ke sawahnya.
Di situ Amaq Merm hanya terdiam melihat tanamannya habis dikeruk.
”Tidak bisa tidak sedih, karena (sawah itu) menjadi tempat tanam komak, antap (kacang panjang). Sekarang tidak ada tempat memetik lagi,” katanya pasrah, dalam bahasa Sasak.

Meski sangat sedih melihat sawahnya digusur, dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Baca juga: Mabuk-mabukan di Pinggir Jalan, Dua Kelompok Pemuda Lombok Barat Digeledah Polisi
Amaq Merm sadar tidak memiliki cukup bukti untuk mempertahankan lahan warisan nenek moyangnya.
Lahan seluas 30 are yang digarapnya hampir 26 tahun selama ini menjadi sumber mata pencarian utama.
Ketika sawah itu kini diratakan, timbul rasa sedih dalam dirinya.
Selama ini, bila membutuhkan sayur-sayuran keluarganya tinggal datang memetik ke sawah.
Kini dia harus menerima kenyataan, sawah itu sudah tidak ada lagi.
Tanah Amaq Merm masuk area penetapan lokasi (Penlok) III Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.
PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), selaku pengembang kawasan sedang membangun jalan di tempat itu.
Jalan tersebut akan menjadi infrastruktur penunjang kawasan, termasuk akses penunjang menuju Sirkuit Mandalika.
Menurut Amaq Merm, lahan tersebut digarap sejak zaman nenek moyangnya.
Dahulu, mereka juga tinggal sekeluarga di tempat itu.
Belakangan, sekitar tahun 1998, tanah tersebut kabarnya dijual dengan harga sangat Rp 250 ribu per are.
”Kalau luasnya saya kurang tahu, karena waktu itu saya masih kecil,” katanya.
Dia sendiri tidak tahu persis bagaimana sejarah tanah orang tuanya dijual kemudian beralih hak kepemilikan.
Siapa pihak yang menjual dan berapa total uang yang diberikan pun dia tidak tahu.
Kini Amaq Merm berharap PT ITDC memberikan ganti rugi atas tanaman yang sudah dikeruk dan diratakan tersebut.
”Ini harapan saya, diberikan ganti rugi (atas tanaman) tetapi belum ada,” katanya.
Baca juga: Dua Pengedar Sabu Dicokok Polda NTB saat Transaksi di Warung Karang Taliwang
Pada saat penggusuran, dia sama sekali tidak tahu karena belum ada pemberitahuan.
Dengan digusurnya lahan tersebut, mata pencarian utamanya pun hilang.
Bila lahan sudah tidak ada, dia berencana bekerja sebagai buruh bangunan dengan upah Rp 80 ribu per hari.
Pekerjaan sampingan itu telah lama ditekuninya ketika musim kemarau.
Bagaimana pun Amaq Merm harus tetap membiayai kebutuhan sehari-hari istri dan anak-anaknya.
Dari pernikahannya dengan Lemin (40), Amaq Merm memiliki lima orang anak, yakni Sukril (26), Lusi (19), Aril (9), Nia (7), dan Aila (2).
Seorang diantaranya sudah menikah, namun beberapa anaknya masih kecil dan harus dibiayainya.
Amaq Merm berharap ada keadilan untuk orang seperti dirinya.
Berita terkini di NTB lainnya.
(*)