Warga Gili Trawangan Surati Presiden Jokowi, Tolak Addendum Gubernur NTB dan Investor
Warga Gili Trawangan, Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengirimkan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo.
Penulis: Sirtupillaili | Editor: Maria Sorenada Garudea Prabawati
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Warga Gili Trawangan, Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengirimkan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo.
Surat tersebut dibacakan warga di pantai Gili Trawangan, Jumat (23/7/2021) sore.
Dalam aksi itu warga membentangkan spanduk bertuliskan, “Pak Presiden Joko Widodo Berikan Sertifikat Kami. Kami Tolak PT GTI.”
Surat terbuka itu berisi aspirasi dan harapan warga Gili Trawangan.
Warga meminta bantuan ke Presiden Jokowi, karena semakin terpojokan dalam konflik pengelolaan lahan di kawasan wisata tersebut.
Baca juga: Seorang Warga yang Isolasi Mandiri di Kota Mataram Meninggal Dunia, Diduga Positif Covid-19
Warga tegas menolak langkah Pemprov NTB meng-addendum perjanjian pengelolaan aset dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI).
Lahan seluas 65 hektare itu saat ini ditempati warga dan telah menjadi kawasan permukiman, hotel, dan restoran.
Langkah Pemprov NTB dinilai merugikan masyarakat yang sejak lama merintis pengembangan pariwisata di Gili Trawangan.
”Harapan kami sebagai rakyat Indonesia, hak kami diberikan. Dan semoga bapak Jokowi bisa membantu kami,” kata Zaini Abdul Hadi, tokoh masyarakat Gili Trawangan, pada TribunLombok.com, Sabtu (24/7/2021).
Warga Gili Trawangan ingin pemerintah memutus kontrak dengan PT GTI dan menyerahkan pengelolaanya kepada warga.
Baca juga: Ngotot Gelar Barapan Kebo saat PPKM, Polres Sumbawa Bubarkan Massa Secara Paksa
Investor tersebut telah menelantarkan lahan selama puluhan tahun.
Selengkapnya, aspirasi mereka tertuang dalam surat yang berbunyi sebagai berikut:
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Allahuakbar
Surat Cinta Masyarakat Gili Trawangan
Rakyat Indonesia
Pak Presiden Joko widodo yang kami hormati, kami ingin mengadu.
Menanggapi sikap Gubernur NTB
Bahwa Masyarakat Gili Trawangan, Rakyat Indonesia dengan tegas dan penuh persatuan #Menolak_Adendum kontrak PT.GTI yang dicanangkan oleh Gubernur NTB.
Bahwa Masyarakat meminta #Putus_Kontrak_PTGTI yang telah dengan sengaja tidak bertanggung jawab dan ingkar atas tanggungjawabnya.
Bahwa kami masyarakat Gili Trawangan terlalu sering diabaikan.
Leluhur kami memiliki sejarah panjang, membuka lahan yang diabaikan, leluhur membangun Gili Trawangan yang ditelantarkan hingga menjadi icon Pariwisata Internasional.
Kami menolak keras tuduhan Gubernur NTB sebagai masyarakat dan pengusaha ilegal karena kami membayar pajak kepada pemerintah.
Kontrak jahat PT GTI hanya akan menindas masyarakat yang telah dengan darah menjaga dan membangun Gili Trawangan jauh sebelum PT GTI datang merusak kehidupan kami.
Kami minta Gubernur NTB agar dengan berani berhadapan dengan PT GTI untuk mengutamakan kepentingan rakyatnya, kepentingan NTB dan kepentingan Indonesia.
Kami Masyarakat Gili Trawangan akan berdiri tegak hingga darah mengering di badan.
Kami meminta pertolongan dan bantuan kepada Pak Presiden Jokowi karena nampaknya di NTB ini seolah tak ada lagi ruang-ruang tempat kami rakyat Gili Trawangan untuk mengadu.
Demikian surat cinta kami masyarakat Gili Trawangan rakyat Indonesia.
Wassalamualaikum War. wab.
Tertanda
Rakyat Gili Trawangan
Menurut Zaini Abdul Hadi menambahkan, warga Gili Trawangan selama ini bekerja keras membangun dan mengembangkan kawasan wisata tersebut.
Sampai akhirnya Gili Trawangan menjadi salah satu destinasi wisata terbaik di dunia.
Sebelum pandemi Covid-19 ribuan turis asing masuk ke gili setiap hari.
Warga ingin pemerintah melihat fakta-fakta tersebut sehingga bisa mengambil kebijakan yang tidak merugikan masyarakat.
Baca juga: Permintaan Oksigen Melonjak selama PPKM, Pengusaha Akui Tak Naikkan Harga
”Addendum mencekik kami, bukan memberikan solsui terbaik,” katanya.
Addendum baginya hanya janji manis buat investor.
Tapi itu menjadi musibah bagi masyarakat. Karena ada surat pernyataan yang diberikan Kejati NTB.
”Kami harus mengosongkan lahan kami, batas akhir 12 bulan semenjak pernyataan itu ditandatangani,” sesalnya.
Berita terkini di NTB lainnya.
(*)