Dua Tahun Program Zero Waste NTB Dinilai Gagal dan Hanya Slogan Kosong
Dua tahun berjalan, program NTB ‘Zero Waste’ yang dicanangkan Pemprov NTB sejak Desember 2018 dinilai gagal
Penulis: Sirtupillaili | Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
”Terutama dalam hal pembinaan masyarakat di tingkat desa atau kelurahan,” katanya.
Peran pembinaan masyarakat ada di tingkat bupati atau wali kota. Sementara para bupati dan wali kota hanya diajak kerja sama di atas wacana.
”Tidak pada aplikasi dan implementasinya," tegasnya.
• Keindahan Pantai Pink Terancam Akibat Parahnya Kerusakan Hutan Sekaroh Lombok Timur
Seharusnya, pasca peluncuran NTB zero waste, Pemprov NTB bersama Pemda kabupaten dan kota membuat regulasi dan melengkapi regulasi yang masih kurang.
Serta membuat sinergi dan bagi peran antara provinsi dan kabupaten/kota, dengan melibatkan segala elemen masyarakat.
Karena lemahnya koordinasi, kelompok masyarakat binaan zero waste terkesan mangkrak dan jalan di tempat. ”Namun anggaran yang cukup besar,” katanya.
Bisa Jadi Solusi untuk Petani
Irfan menjelaskan, jika pemprov serius menjadikan sampah untuk menopang Pendapatan Asli Daerah (PAD), mereka bisa membangun industri olahan sampah organik atau pakan ternak menjadi pupuk organik.
”Ini sekaligus menjawab persolan ketergantungan petani pada pupuk kimia (Urea), mensosialisasikkan dan membiasakan petani kembali menggunakan pupuk organik hasil olahan sampah,” sarannya.
• NTB Dapat 14.800 Hektare Perhutanan Sosial, Gubernur Minta Hutan Dikelola Secara Bijak
Di tengah situasi negara yang terancam resesi dan akan mengurangi subsidi pertanian, harusnya pemprov bersama kabupaten/kota di NTB memproduksi pupuk organik hasil pengolahan sampah.
“Sehingga sejalan dengan NTB yang menggaungkan industrialisasi sebagai jalan keluar menuju masyarakat gemilang,” katanya.
Tapi program NTB ‘Zero Waste’ hanya akan menjadi program pencitraan bila implementasi di lapangan memble dan tidak berkolaborasi dengan pemda kabupaten/kota.
(*)