Koalisi Anti Kekerasan Minta Pelaku Pelecehan Seksual Jurnalis di Lombok Utara Dihukum Berat
Kasus pelecehan seksual yang menimpa jurnalis perempuan di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi atensi aktivis gender di Mataram
Penulis: Sirtupillaili | Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Kasus pelecehan seksual yang menimpa jurnalis perempuan di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi atensi aktivis gender di Mataram.
Kasus kekerasan seksual menimpa jurnalis berinisial D, dilakukan seorang pelaku berinisial SDR asal Desa Tembobor, Kecamatan Tanjung, Lombok Utara.
Insiden tersebut terjadi pada 18 November 2020.
SDR memegang dada korban saat korban sedang lari sore.
Baca juga: Wartawati di Lombok Jadi Korban Pelecehan Seksual saat Jogging Sore
Baca juga: Pelaku Pelecehan Seksual Wartawati di Lombok Utara adalah Mahasiswa, Awalnya Ingin Rampas HP Korban
Pelaku sempat ingin melakukan aksinya kedua kalinya, namun korban berteriak sehingga pelaku kabur.
Adapun polisi menangkap pelaku Rabu (2/12/2020).
Tonton Juga :
Polisi menjerat pelaku menggunakan pasal 281 KUHP, dengan ancaman hukuma yang dinilai rendah.
Menyikapi rendahnya ancaman hukuman pelaku, aktivis gender yang diinisiasi LBH APIK NTB membentuk Koalisi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Dalam koalisi itu, bergabung organisasi Kaukus Perempuan NTB, Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum Universitas Mataram, LARD NTB, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram, dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) NTB.
Demi Keadilan
Ketua LBH APIK NTB Nuryanti Dewi mengatakan, koalisi tersebut akan membantu korban mendapatkan keadilan.
"Koalisi ini dibentuk untuk membantu korban mendapatkan keadilan," kata Yanti, Rabu (9/12/2020).
Koalisi akan mengadvokasi kasus tersebut agar pelaku dapat diberi hukuman yang adil.
"Biar ada efek jera bagi pelaku atas perbuatannya," katanya.
Baca juga: KRONOLOGI Wanita Jadi Korban Pelecehan saat Rapid Test di Bandara Soetta, Pelaku Sempat Minta Uang
Kuasa hukum BKBH Fakultas Hukum Unram Yan Mangandar Putra mengatakan, pasal 281 KUHP tidak tepat digunakan.
Pasal tersebut seharusnya hanya menjerat orang telanjang di muka umum, bukan orang yang mengalami pelecehan seksual dengan bersentuhan.
"Kasus ini harusnya menggunakan pasal 289," ujarnya.
Pasal 289 memuat ancaman hukuman maksimal 9 tahun.
Pasal tersebut dinilai tepat digunakan untuk pelaku sebagai efek jera atas perbuatannya.
Ketua LARD NTB Uda Kalla mendesak kepolisian agar menjerat pelaku dengan hukuman maksimal.
Itu dinilai karena kasus kejahatan terhadap perempuan di NTB semakin marak.
Jika pelaku diberikan hukuman maksimal, itu dapat menjadi pelajaran agar tidak mengulangi kasus serupa.
"Jadi dalam kasus ini polisi harus sensitif gender," katanya.
Baca juga: Ngaku Ditahan 2 Jam di Ruangan, Seorang Wanita Diduga Alami Pelecehan oleh HRD saat Wawancara Kerja
Aktivis Perempuan AJI Mataram Fitri Rachmawati menekankan, kasus kekerasan yang dialami jurnalis perempuan D harus jadi perhatian semua pihak.
"AJI meminta aparat kepolisian menangani dengan serius," tegasnya.
Kepolisian harus punya sensitivitas gender dalam penanganan kasus tersebut.
AJI juga berharap, penanganan korban harus dibuat nyaman. Termasuk dalam hal pemberitaan di media massa.
"Media hendaknya menggunakan kata-kata yang bijak agar korban tidak tersudut," paparnya.
Ketua AMSI NTB Fauzan Zakaria mengatakan, mereka siap membantu mengadvokasi kasus tersebut melalui berita.
AMSI NTB yang memiliki puluhan media akan mengawal kasus tersebut hingga putusan pengadilan.
(*)