Siswi SMP Lombok Tengah Menikah Karena Hidup Susah, Tidak Mampu Beli HP untuk Belajar Daring

Menikah di usia sangat muda tidak pernah direncanakan ES (15), salah seorang siswi SMP di Kabupaten Lombok Tengah.

Kolase TribunLombok.com
Siswi SMP Lombok Tengah Menikah Karena Hidup Susah, Tidak Mampu Beli HP untuk Belajar Daring 

Laporan wartawan Tribunlombok.com, Sirtupillaili

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Menikah di usia sangat muda tidak pernah direncanakan ES (15), salah seorang siswi SMP di Kabupaten Lombok Tengah.

Ia terpaksa menikah karena merasa tidak punya pilihan lain. Keadaan keluarga dan lingkungan membuatnya berani mengambil pilihan itu.

ES berasal dari keluarganya kurang mampu, ES merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ia termasuk anak korban perceraian orang tua.

ES telah lama ditinggal kedua orang tuanya yang bercerai.

Kedua orang tua ES sekarang punya keluarga masing-masing setelah menikah lagi. Sementara dirinya tinggal bersama kakek dan nenek di kampung ibunya, di Desa Aik Berik, salah satu desa yang masuk kawasan wisata Unesco Global Geopark (UGG) Rinjani Lombok.

”Sudah lama tidak tinggal sama orang tua. Sejak SD sudah tinggal sama nenek,” katanya.

Papuq Semah, adalah nenek yang menemani dan merawat ES sejak kecil. Sedangkan kedua orang tua sudah punya kehidupan lain.

”Bapak saya di Malaysia, yang jadi wali pas akad nikah adalah kakek. Tapi ibu juga datang saat nikah kemarin,” tuturnya.

Dengan kondisi hidup yang serba pas-pasan, perhatian orang tua pun kurang. ES tidak bisa seperti teman-temannya yang lain.

Di kelas, hampir semua temannya memiliki handphone (HP) untuk belajar secara daring (online) dari rumah.

Sedangkan ES, tidak mampu sekedar membeli HP untuk belajar. Jika mau menyimak pelajaran dari guru, ia harus ke rumah teman yang punya HP.

”Banyak sinyal, tapi tidak punya HP,” keluhnya.

Ia pun sudah menyampaikan keluhan itu ke guru-gurunya, namun tidak ada solusi. Ia tetap disarankan numpang belajar ke rumah teman jika ingin menyimak pelajaran.

Kondisi itu lambat laun membuatnya jenuh dan bosan. ES yang sejatinya masih punya semangat belajar merasa jenuh. Empat bulan sejak pandemi Covid-19 melanda ia tidak pernah masuk sekolah seperti biasa.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved