Truk Jadi Rumah, Lumpur Jadi Teman: Kisah Hendrik, Sopir Sumba di Terminal Segenter
Sopir asal Sumba, Hendrikus, mengeluhkan kondisi Terminal Segenter yang becek dan minim fasilitas.
Penulis: Ahmad Wawan Sugandika | Editor: Laelatunniam
Ringkasan Berita:
- Sopir asal Sumba, Hendrikus, mengeluhkan kondisi Terminal Segenter yang becek dan minim fasilitas.
- Ia sering tidur di kabin truk karena gazebo rusak dan kamar mandi tidak layak meski membayar parkir harian.
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK BARAT - Di sudut Terminal Segenter, Kecamatan Lembar, Lombok Barat, sebuah truk besar bertuliskan “Damai Sejahtera” terparkir diam.
Seolah menjadi doa bagi pemiliknya, Hendrikus (30), sopir ekspedisi asal Sumba yang telah menempuh perjalanan panjang dari Nusa Tenggara Timur.
Debu bercampur lumpur menjadi pemandangan sehari-hari di terminal yang sepi itu.
Di sanalah Hendrik menunggu kapal menuju kampung halamannya, membawa barang kiriman sekaligus menjemput rezeki untuk keluarga.
Namun, di balik deru mesin dan roda yang setia mengantarnya dari pelabuhan ke pelabuhan, tersimpan kisah perjuangan yang jarang terdengar tentang tempat singgah yang tak layak, tentang mimpi sederhana untuk sekadar bisa tidur dengan tenang.
“Keadaannya sangat memprihatinkan, Bang,” ucap Hendrik pelan, menatap ke arah lima gazebo reyot di pinggir terminal, satu-satunya tempat para sopir beristirahat setelah menempuh perjalanan berhari-hari.
Gazebo-gazebo itu tanpa dinding, atapnya bolong, dan lantainya becek setiap kali hujan turun.
Ketika malam tiba dan hujan datang, angin kencang membanting atap, air merembes ke setiap sudut.
“Kalau hujan, kami kebasahan semua. Malam makin dingin sampai menusuk kulit,” katanya lirih.
Dengan biaya parkir Rp10.000 per hari, fasilitas yang didapat hampir tak sebanding. Kamar mandi seadanya, jalan berlubang, dan tak ada tempat layak untuk melepas lelah.
Kadang Hendrik terpaksa tidur di dalam kabin truknya sempit, tapi setidaknya kering.
“Kalau gazebo-nya bisa diperbaiki, ada dinding, ada tikar, mungkin kami bisa tidur nyenyak. Sekarang ya seadanya saja,” ujarnya sambil tersenyum pahit.
Bagi Hendrik, terminal ini bukan sekadar tempat transit. Ini adalah ruang tunggu antara perjuangan dan pulang.
Dari sinilah ia berangkat membawa hasil bumi, bahan bangunan, atau barang kebutuhan pokok antar pulau “bekal kehidupan” bagi banyak orang.
Ia tak meminta banyak. Hanya ingin terminal ini dibenahi, jalannya dipaving, dan fasilitas istirahat ditambah.
Harapannya sederhana, tapi bermakna bagi ratusan sopir yang bernasib serupa.
“Ya mau bagaimana lagi, di sini cuma ini terminalnya. Yang penting bisa bertahan,” katanya menutup pembicaraan, menatap jauh ke arah dermaga tempat kapal bersandar.
Di balik setir truknya yang usang, Hendrik membawa lebih dari sekadar muatan. Ia membawa harapan untuk keluarga yang menunggu, untuk jalan hidup yang lebih layak, dan untuk terminal yang semoga suatu hari tak lagi menjadi tempat singgah yang terlupakan.
| ASDP Pastikan Penyeberangan di Pelabuhan Lembar Tetap Beroperasi Normal di Tengah Musim Hujan |
|
|---|
| Perluas Jangkauan MBG, Pemkab Lombok Barat Penuhi SPPG di 10 Wilayah 3T |
|
|---|
| Mengenal Jeruji Band Lapas Lombok Barat: Mencipta Album Penuh Semangat dari Balik Penjara |
|
|---|
| Tersangka Kasus Mayat Dicor di Lombok Barat Diserahkan ke Jaksa |
|
|---|
| Randis Lama Sering Mogok, Bupati LAZ Bagikan 10 Daihatsu Terios Baru ke Camat Lobar |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lombok/foto/bank/originals/Hendrikus-sopir-asal-Sumba-di-terminal-Segenter-Lombok-Barat.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.