Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mecatat ada sembilan daerah di provinsi itu terancam kekeringan.
Kepala pelaksana BPBD Provinsi NTB Ir Ahmadi mengatakan, potensi bencana kekeringan pada tahun ini tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya pada 2023 dengan potensi terdampak 5 ribu lebih jiwa.
"Ada sembilan daerah kecuali Kota Mataram, 75 kecamatan, 311 desa/kelurahan, 165 ribu lebih kepala keluarga, 581 ribu jiwa yang terdampak," kata Ahmadi, Selasa (2/7/2024).
Kndisi demikian, beberapa daerah sudah mengeluarkan surat keputusan (SK) bupati tentang keadaan darurat kebakaran hutan dan lahan (karhutla), seperti Kabupaten Lombok Barat, Sumbawa, Sumbawa Barat dan Kota Bima.
Selain karhutla, akibat musim kemarau ini juga beberapa daerah sudah mengeluarkan SK bupati tentang bencana kekeringan, seperti Lombok Timur, Lombok Utara, Kabupaten Bima termasuk Pemerintah Provinsi NTB sudah membentuk SK tanggap darurat.
"Sudah masuk tinggal di analisis oleh Karo Hukum," kata Ahmadi.
Berdasarkan SK tersebut menjadi acuan Pemerintah Provinsi NTB, dalam mengambil kebijakan untuk menyiagakan pengurangan dampak bencana kekeringan dan karhutla.
"Kalau belum ada (SK) kita belum bisa membantu secara finansial untuk pengadaan air bersih, terus kita sudah rakor termasuk strategi penanggulangan dampak krisis air irigasi," kata Ahmadi.
Kendati demikian, Ahmadi mengatakan berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) saat ini termasuk kemarau basah. Selain itu diprediksi periode kemarau tahun ini lebih pendek dari tahun sebelumnya.
"Kemaraunya pendek, tetapi masih ada curah hujan sedikit-sedikit makanya disebut kemarau basah," jelasnya.
Baca juga: Mitigasi Bencana Kekeringan, Pemprov NTB Rapat Koordinasi Bahas Anggaran Belanja Tidak Terduga
Areal tanam di NTB saat ini seluas 250 ribu hektare, untuk mengurangi dampak kekeringan tersebut, salah satu strategi yang dilakukan BPBD dengan penertiban pola tanam termasuk penertiban alokasi air.
Ahmadi menyarankan, agar di setiap bendungan tidak disedot sembarangan, termasuk juga pengurangan areal tanam pada musim tanam dua. Sebab pasokan air untuk padi cukup tinggi, sehingga untuk mengantisipasi kekurangan air bisa diterapkan pola tersebut.
(*)