Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sinto
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TENGAH - Nelayan Pantai Desa Mertak, Mandalika, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah terancam digusur PT Bumbang Citra Nusa.
Setidaknya sebanyak 50 kepala keluarga (KK) yang terbagi dalam tiga dusun yakni Dusun Semunduk, Dusun Bumbang, dan Dusun Takar-akar terancam kehilangan tempat tinggalnya.
PT Bumbang Citra Nusa mengklaim sebagai pemegang Hak Guna Bangunan (HGB) untuk lahan seluas 60 hektare.
Beberapa kemudian mendapat ultimatum agar segera mengosongkan lahan dalam waktu 10 hari ke depan.
Jika tidak, maka akan dilakukan penggusuran secara paksa.
Baca juga: Lelang Proyek Pengadaan dan Fisik di Lombok Timur Baru Capai 25 Persen di Awal 2023
Seorang warga, Amaq Serun mengaku tidak gentar dan akan tetap menduduki dan mempertahankan tempat yang telah ditinggalinya berpuluh-puluh tahun lamanya itu.
"Kalau saya di sini dan teman-teman lainnya yang masih berada di sini, siap mati di tempat. Kalau sampai saya berhasil digusur di tempat ini, saya akan pindahkan sampan dan peralatan-peralatan saya ke kantor desa," tegasnya.
Amaq Serun mengaku akan terus bersama warga lainnya yang terancam penggusuran tersebut.
"Kalau sampai saya berkhianat, silahkan bakar perlengkapan saya mulai sampan, mesin ketinting, mesin tempel, kompresor dan lain-lain. Kalaupun saya dikasih seratus juta, saya tetap akan bertahan di tempat ini," tambahnya.
Warga lainnya Amaq Mancing mengungkap perusahaan tersebut meminta agar warga membongkar sendiri bangunannya.
Jika tidak dilakukan, maka akan dibongkar paksa.
Ketua Forum Aspirasi Pemuda Mertak (Forpam) Suryadi mengatakan, alasan perusahaan menggusur warga cacat hukum karena di luar area HGB.
Masyarakat juga sudah tinggal selama puluhan tahun di tempat itu sampai kini memiliki cucu.
"Artinya mereka sudah menguasai tempat tersebut sejak lama. Kami juga menyinggung semestinya para tokoh masyarakat kemudian pada Kepala dusun harusnya mendukung masyarakat," terang Suryadi.
Suryadi heran dukungan perlawanan atas upaya penggusuran itu tidak didukung pemerintah dusun setempat.
"Para kepala dusun tidak bersikap, tidak ada reaksi untuk melawan perusahaan swasta yang arogan tersebut namun justru diduga menerima uang bulanan untuk mendukung perusahaan," jelasnya.
Walaupun demikian pihaknya tetap akan berdiri pasang badan untuk mempertahankan hak-hak masyarakat.
"Nanti kita akan panggil dan tanyakan langsung komitmen para kepala dusun, apakah mendukung masyarakat atau sebaliknya, pertanyaan kita hanya sesingkat itu," pungkasnya.
(*)