Oleh Khaerul Anwar
Buku Taman Wisata Alam Gunung Tunak, Hutan Musim Dataran Rendah yang Tersisa di Lombok ini setebal 140-an halaman diterbitkan BKSDA NTB.
Materinya sekilas tentang atraksi-atraksi wisata yang bisa ditawarkan kepada wisatawan dalam dan luar negeri di TWA Gunung Tunak, Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat ini.
Kawasan seluas 1.219,97 ha ini dikelilingi pantai.
Ada Pantai Bile Sayak dan Pantai Sari Goang yang berhadapan dengan Samudera Indonesia.
Di kawasan ini juga terdapat flora-fauna masing-masing 30 jenis yang tumbuh kembang.
Baca juga: TWA Gunung Tunak: Lokasi Liburan Dekat Sirkuit Mandalika, Rekomendasi Honeymoon yang Instagramable
Umpamanya burung gosong kaki merah, fauna dilindungi yang disebutkan dalam buku 'The Malay Archipelago', berisi kisah perjalanan Alfted Russel Wallace, ketika singgah di Lombok, dalam ekspedisinya 150 tahun silam.
Jika hobi fotografi, anda bisa memotret burung buntut sate putih yang mengkasa di seputar Pantai Bile Sayak.
Kalau sekadar bawa anak-anak rekreasi sambil belajar alias educational entertainment (edutainmen), ada kandang penangkaran (sanctuary) rusa timor, atau melihat kupu-kupu terbang kian kemari di ekologi kupu-kupu.
Di TWA ini tumbuh beragam flora yang bagaikan 'super market' bahan obat herbal, yg bisa mengungkap rahasia sehat orang sasak tempo doeloe, menggunakan obat-obatan berbahan dari alam.
Yang terpenting, kawasan ini adalah satu-satunya hutan musim dataran rendah yang tersisa di Lombok.
Pula secara geologis, keberadaan kawasan TWA ini bertali-temali dengan sejarah kebumian daratan Lombok yang dimulai dari selatan ke utara, setelah letusan amat dahsyat gunungapi bawah laut (submarine) sekitar 30 juta tahun silam.
TWA ini dirintis tahun 2013, dimulai dengan pembangunan infrastruktur jalan, fasilitas penerangan listrik di luar kawasan dan dalam kawasan, yang belakangan ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam, pariwisata dan rekreasi 16 April 2014.
Kemudian atas kerjasama Korea Indonesia Forest Service/KIFS dengan Pemerintah Indonesia (Ditjen BKSDA Kementerian LHK) memberikan dana hibah Rp 25,920 miliar, dan dari Kementerian LHK menyumbang Rp 6,127 miliar.
Dana-dana yang disalurkan selama kurun waktu 2013-2017 itu, ditambah lagi gelontoran dana Rp 8 miliar dari Pemerintah tahun 2018, digunakan untuk membangun antara lain fasilitas penunjang: pembangunan jalan, pengelolaan wisata, penyediaan jaringan air bersih dan instalasi listrik, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, pembentukan kelompok sadar wisata ‘Tunak Bersatu’, dan Masyarakat Mitra Polisi Hutan/MMP.
Dana-dana itu juga digunakan membangun home stay, visitor center, gedung serbaguna, guest house, cottage & restoran, sanctuary rusa timor, pusat ekologi kupu-kupu dan camping ground.
Fasilitas sarana dan prasarana itu diresmikan diresmikan 6 Maret 2018.
Hadir saat itu Sekda NTB Rosiyadi Sayuti (mewakili Gubernur NTB Zainul Majdi), dan Ko Ki Yeon, Director General International Affair Korea Forest Service.
TWA ini dibangun untuk membuka peluang ekonomi bagi masyarakat lingkar kawasan, sekaligus memanfaatkan posisi strategisnya dengan Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, yg berjarak 5 km arah barat dari TWA ini.
***
Khaerul Anwar pensiun sebagai wartawan Harian Kompas tahun 2020. Sekarang mengisi waktu dengan menulis buku. Buku TWA ini adalah karyanya yang keempat, setelah (1) Gempa Lombok 2018 (ditulis bareng teman-teman wartawan), (2) Tekonolgi Dari 'Akar Rumput', (3) Khazanah Tenun Tradisional NTB'.