Pansus Raperda RTRW Sebut Penataan Ruang di NTB Harus Menganut Prinsip Keterbukaan

Penulis: Lalu Helmi
Editor: Sirtupillaili
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Pansus Raperda RTRW yang juga Ketua Komisi II DPRD NTB Lalu Satriawandi saat ditemui pada Kamis (19/1/2023)

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Ketua Pansus Raperda Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi NTB Lalu Satriawandi mengatakan, penataan ruang ke depan harus menganut prinsip keterbukaan.

Antara lain menyangkut batas wilayah yang akan dijadikan Ruang Terbuka Hijau (RTH), Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) hingga kawasan investasi.

“Kalau semuanya jelas, dapat segera terkelola,” katanya, Kamis (19/1/2023).

Pansus juga telah turun ke lapangan untuk melakukan kajian dan inventarisir berbagai persoalan tata ruang.

Berikutnya melihat lebih dekat Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di setiap kabupaten/kota.

Baca juga: PDIP Kota Mataram Gerak Cepat Tindaklanjuti Arahan Megawati Demi Rebut 8 Kursi di Pemilu 2024

“Jadi kita berharap ke depan, semua jelas dan terbuka, seperti siapa investor yang berminat (investasi di kawasan tersebut),” ujarnya.

Dengan keterbukaan, tidak ada lagi kucing-kucingan dalam investasi. Begitu juga potensi pelanggaran tata ruang oleh investor.

Selanjutnya, menghindari tumpang tindih aturan dengan Undang-undang terkait Cipta Kerja.

“Kita tinggal koordinasi, supaya tidak tumpang tindih,” ulasnya.

Keterbukaan dan kepastian terhadap batas-batas tata ruang akan membuat iklim investasi membaik.

“Investor tentu akan merasa nyaman kalau batas-batasnya jelas,” ujarnya.
Semangat keterbukaan ini juga sejalan dengan konsep keterbukaan informasi ditunjang teknologi yang disiapkan pemerintah pusat.

“Nantinya tukang sampah hingga tukang kebun saja bisa melihat tata ruang itu, tidak seperti sekarang yang kesannya tertutup,” katanya.

Dinamika penyusunan RTRW saat ini masih di tataran kabupaten/kota. Terutama terkait komposisi luas RTH, LP2B, LCP2B, hingga kawasan investasi. Sejumlah daerah masih berupaya agar diberi keleluasaan menambah luas kawasan investasi.

“Ya karena semangatnya agar dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi,” ujar politisi Golkar ini.

Namun demikian, Pansus RTRW Provinsi NTB berharap, tarik ulur luasan ruang investasi dapat segera menemukan titik temu.

Sehingga proses penyiapan Raperda RTRW dari daerah hingga provinsi dapat berjalan relatif lebih cepat.

“Sebab kita juga harus ingat, posisi NTB sebagai daerah penyangga pangan nasional memang membuat sulit kemungkinan memperkecil kawasan LP2B dan LCP2B,” ujarnya.

Ada kepentingan nasional yakni ketahanan pangan yang berbenturan dengan semangat membuka ruang investasi.

Maka dalam kasus seperti ini harus ada upaya untuk memastikan kepentingan lebih luas yang jadi prioritas.

“Kalau memang ruang investasi masih tersedia yang lain, maka saya pikir kita juga harus memastikan keamanan lingkungan, ketersediaan sawah, agar kebutuhan pangan di daerah hingga nasional tercukupi,” ulasnya.

Kecuali, bila ruang investasi sedemikian sempit bahkan tidak tersedia lagi. Sedangkan daerah membutuhkan stimulus untuk menggerakkan roda perekonomian.

Maka pada posisi ini, Pansus RTRW Provinsi NTB akan ikut menyuarakan ke pusat agar ruang investasi yang diprioritaskan.

“Kita ikuti dulu arahan dari pemerintah pusat, sehingga kelestarian lingkungan juga dapat terjaga dengan baik dan kita juga terhindar dari bencana (akibat pembangunan yang tak terkendali),” ujarnya.

Di samping itu, kemungkinan kawasan investasi yang tidak banyak bertambah karena berbenturan dengan kepentingan nasional di mana NTB sebagai lumbung pangan, harus diimbangi pula dengan perhatian khusus pemerintah pusat.

Politisi asal Lombok Tengah itu melihat, hal ini penting demi menjaga minat dan semangat masyarakat NTB bertani menyiapkan kebutuhan pangan bagi negeri.

“Walaupun saya selaku ketua pansus turut serta mendukung program nasional, dalam mempertahankan sawah, tetapi kami juga berharap pemerintah pusat memberikan support dan program yang nyata bagi petani di NTB,” kata ketua komisi 2 Bidang Perekonomian dan Lingkungan Hidup DPRD NTB ini.

Support dan program yang nyata akan menyuntikkan semangat warga NTB berproduksi pangan bagi kebutuhan nasional.

“Sebab kalau perlakuannya sama dengan provinsi yang tidak berstatus penyangga pangan nasional, tentu hal ini bukannya memancing tetapi malah membuat warga semakin berkeberatan jadi petani,” ujarnya.

Support dan program yang diharapkan antara lain dengan memastikan ketersediaan pupuk dan terjangkau bagi petani di NTB.

Selanjutnya alat-alat produksi pertanian juga diharapkan tersedia untuk memudahkan dan menggairahkan semangat petani lebih produktif lagi dalam bekerja.

“Kalau ada perhatian khusus tentu semangat masyarakat untuk bertani juga tinggi,” pungkasnya.

Terkait keluh kesah petani di NTB, Sekretaris Komisi 2 DPRD NTB H Hairul Warisin mengatakan ada beberapa permasalahan yang diharapkan dapat menjadi atensi pemerintah pusat.

Salah satu yang kerap menjadi pangkal persoalan petani adalah terkait ketersediaan pupuk. Pihaknya bahkan pernah menyurati presiden atas nama Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) NTB.

Surat itu dalam rangka untuk mengatasi persoalan pupuk yang setiap tahun selalu berulang.

“Keterbatasan suplai pupuk bersubsidi dan mahalnya harga pupuk non subsidi di tingkat petani menjadi perhatian serius jajaran KTNA,” katanya beberapa waktu lalu.

Haji Iron, sapaan akrabnya, berharap perhatian pemerintah pusat harus sama besar antara ke petani dengan pembangunan infrastruktur pariwisata.

Terlebih NTB menjadi daerah penyangga pangan nasional yang mana petaninya membutuhkan perhatian khusus agar mampu berproduksi untuk mencukupi kebutuhan nasional.

“Pertanian dan pariwisata menjadi sektor unggulan di sini,” ujar politisi Gerindra ini.

(*)

Berita Terkini