TRIBUNLOMBOK.COM - Herry Wirawan menjadi sorotan setelah merudapaksa 13 santriwati.
Herry Wirawan melakukan hal tersebut di beberapa tempat.
Ia merudapaksa belasan santri itu di yayasan pesantren, hotel, dan apartemen.
Berdasarkan fakta persidangan, terdakwa Herry Wirawan memerkosa korban di gedung yayasan KS.
Selain itu, aksi rudapaksa juga dilakukan di pesantren TM, pesantren MH, basecamp, apartemen TS Bandung, hotel A, hotel PP, hotel BB, hotel N, dan hotel R.
Herry sudah melakukan hal tersebut selama lima tahun, dari 2016 hingga 2021.
Terdakwa diketahui sebagai guru bidang keagamaan sekaligus pemimpin yayasan.
Para korban diketahui ada yang telah melahirkan dan ada yang tengah mengandung.
Kini, Herry Wirawan dijatuhi hukuman mati.
Berikut pejalanan sidang kasus Herry Wirawan tersebut.
Pada pengadilan tingkat pertama atau Pengadilan Negeri (PN) Bandung, jaksa penuntut umum (JPU) meminta hakim menjatuhkan hukuman mati kepada Herry.
Namun, Majelis Hakim PN Bandung menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup.
Merespons keputusan ini, jaksa kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung.
Pengadilan tingkat ke II ini kemudian mengabulkan permohonan jaksa dan memutuskan Herry Wirawan dihukum mati.
Baca juga: Soal Vonis Mati Herry Wirawan, Komnas Perempuan: Hak Hidup Dalam HAM adalah yang Paling Mendasar
"Menerima permintaan banding dari jaksa/penuntut umum. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," ucap hakim PT Bandung yang diketuai oleh Herri Swantoro berdasarkan dokumen putusan yang diterima, Senin (4/4/2022) seperti dikutip dari Kompas.
Dalam putusan itu, Herry Wirawan tetap dihukum sesuai Pasal 21 KUHAP jis Pasal 27 KUHAP jis Pasal 153 ayat ( 3) KUHAP jis ayat (4) KUHAP jis Pasal 193 KUHAP jis Pasal 222 ayat (1) jis ayat (2) KUHAP jis Pasal 241 KUHAP jis Pasal 242 KUHAP, PP Nomor 27 Tahun 1983, Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 65 ayat (1) KUHP dan ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan.
Tidak menerima dihukum mati, pihak Herry lantas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, permohonannya ditolak oleh hakim.
Adapun perbuatan pemerkosaan itu dilakukan Herry Wirawan sejak 2016 hingga 2021.
Pada pengadilan tingkat pertama, hakim menyebut perbuatan Herry mengakibatkan perkembangan anak menjadi terganggu.
Fungsi otak anak korban pemerkosaan juga menjadi rusak.
Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi dari pemerkosa 13 santri di Bandung, Herry Wirawan.
Oleh karenanya, Herry Wirawan tetap dihukum mati sebagaimana putusan Pengadilan Tinggi Bandung.
Majelis hakim yang dipimpin Hakim Agung Sri Murwahyuni dengan anggota Hidayat Manao dan Prim Haryadi menolak kasasi yang diajukan Herry Wirawan.
“JPU & TDW = Tolak,” sebagaimana dikutip dari situs web resmi MA, Rabu (4/1/2023).
(Kompas)