Nahdlatul Wathan

Sejarah Nahdlatul Wathan, Berdirinya NWDI dan NBDI di Pulau Seribu Masjid

Editor: Sirtupillaili
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Potret para santri NWDI pada masa awal-awal TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan NWDI dan NBDI sebagai basis perjuangan dalam menyebarkan ajaran Islam di Lombok.

TRIBUNLOMBOK.COM - Pendiri Nahdlatul Wathan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menjadi salah satu murid Al-Saulatiyah.

Sebelum mendirikan Nahdlatul Wathan, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid yang baru pulang dari Makkah mulai mengajar dan mendirikan pondok pesantren Al-Mujahidin.

Ini menjadi titik awal perjuangan sampai berdirinya Nahdlatul Wathan.

TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid di usia muda cepat mendapatkan kepercayaan masyarakat.

Masyarakat di desanya mempercayakan kepadanya menjadi imam dan khatib shalat Jumat di Masjid Jamiq.

Baca juga: Sosok Pendiri Nahdlatul Wathan di Mata Muridnya, Diakui Sebagai sang Murabbi

TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid kala itu dikenal sebagai anak muda alim yang memiliki keilmuan, serta semangat juang tinggi.

Masyarakat kemudian memberikan gelar dengan sebutan Tuan Guru Bajang atau Tuan Guru Muda.

Pada akhirnya seiring perjalanan waktu, perintis Nahdlatul Wathan ini dipanggil dengan sebutan Maulana Syaikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.

Tiga tahun setelah pulang dari Makkah, tepatnya 22 Agustus 1937, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan madrasah berbasis kelasikal.

Madrasah ini memiliki jenjang pendidikan, tidak seperti majelis pengajian biasa.

TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiah (NWDI).

NWDI ini khusus didirikan untuk para santri laki-laki.

Kemudian dua tahun sebelum kemerdekaan, tepatnya 21 April 1943, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid kembali mendirikan madrasah bernama Nahdlatul Banat Diniyah Islamiah (NBDI).

NBDI dibuat khusus menerima murid dari kalangan perempuan.

NWDI dan NBDI tercatat sebagai dua madrasah yang pertama kali berdiri di Lombok dengan sistem pengajaran klasikal.

Seiring berjalannya waktu, cabang-cabang dari madrasah NWDI dan NBDI berkembang sangat pesat.

Madrasah-madrasah cabang itu didirikan oleh alumni madrasah NWDI dan NBDI.

Baik itu merupakan perintah langsung oleh Maulana Syaikh atau inisiatif sendiri dengan persetujuan Maulana Syaikh.

Tahun 1952 tercatat sudah ada 66 madrasah yang didirikan oleh para alumni NWDI dan NBDI.

Supaya lebih mudah dalam mengkordinasikan madrasah-madrasah tersebut, tanggal 1 Maret 1953, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan organisasi Nahdlatul Wathan.

Ormas Nahdlatul Wathan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah.

Sekaligus sebagai wadah pemersatu madrasah yang telah tersebar dan tempat bernaungnya madrasah NWDI dan NBDI.

Kedua madrasah ini merupakan madrasah induk di bawah naungan Nahdlathul Wathan.

Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) dan Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) diberi nama “DWI TUNGGAL PANTANG TANGGAL” oleh pendirinya.

NWDI melahirkan lulusan pertama tahun 1941 dan NBDI pada tahun 1949.

Para lulusan tersebut ada yang melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi dan ada pula kembali ke masyarakat.

Diantara mereka yang terjun ke masyarakat ada yang mendirikan cabang madrasah NWDI dan NBDI.

Banyak pula yang aktif mengadakan dakwah dan pengajian umum melalui majlis-majlis taklim.

Baik di masjid maupun di tempat-tempat lain, utamanya di pedesaan.

Sehingga pada tahun 1952 telah berdiri sebanyak 66 buah madrasah.

Nahdlatu Wathan Diniah Islamiyah (NWDI) dan Nahdlatul Banat Diniah Islamiyah (NBDI) merupakan lembaga pendidikan yang didirikan untuk meningkatkan pendidikan umat Islam.

Juga dalam rangka menyebarkan dan pengembangan ajaran Islam di Lombok.

Hal ini diharapkan mampu mengurangi kebodohan dan keterbelakangan yang melanda sebagian besar kaum muda Sasak.

Sejarah pendirian NWDI dan NBDI penuh lika liku.

Kala itu, di tengah kuatnya tekanan pemerintah kolonial, madrasah digunakan untuk menumbuhkembangkan jiwa dan semangat perjuangan.

Serta sikap patriotisme dan pantang mundur menghadapi perlakuan pemerintah kolonial.

Karena itu, keberadaan madrasah NWDI dan NBDI yang didirikan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid kerap dipersoalkan pemerinah kolonial Belanda maupun Jepang.

Bahkan dua madrasah tersebut sempat ditutup di masa penjajahan Jepang.

Kolonial Jepang menilai pelajaran bahasa Arab dan bahasa Inggris di madrasah NWDI dapat menjadi kunci untuk mengetahui kelemahan pihak kolonial.

Selain itu, Jepang juga menganggap madrasah dijadikan tempat menyusun strategi dan taktik melawan kolonial.

Sehingga Jepang meminta pelajaran kedua bahasa tersebut dihapuskan, dan melakukan pengawasan yang ketat di madrasah.

Tapi TGKH Muhammad Zainuddin menolak.

Ia tetap mempertahankan pelajaran bahasa Arab dan Inggris dengan asalan bahasa Arab adalah bahas Alquran, dan bahasa Inggris sebagai bahasa dunia.

Madrasah juga dijadikan tempat mendidik calon penghulu dan imam yang berfungsi mengurus peribadatan dan perkawinan umat Islam.

Mendengar penjelasan itu, pemerintah kolonial Jepang mengirim laporan ke atasannya di Singaraja Bali.

Tidak lama kemudian, terbit surat keputusan bahwa NWDI diberikan tetap buka dengan syarat nama madrasah diubah menjadi sekolah penghulu dan imam.

(*)

Tulisan ini merupakan karya Ruhul Qudus, mahasiswa IAIH NW Lombok Timur

==

Perbarui terus informasi Anda dengan membaca situs TribunLombok.com dengan bergabung di Telegram TribunLombok.com

Berita Terkini