Utang Pemerintah Kembali Meningkat Jadi Rp 7.950,52 Triliun per Oktober 2023

Mengutip Buku APBN KITA Edisi November 2023, rasio utang pemerintah saat ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 37,68 persen.

Editor: Dion DB Putra
DOK/ISTIMEWA
Ilustrasi salah satu sudut ibu kota Jakarta. Posisi utang pemerintah pada Oktober 2023 meningkat menjadi sebesar Rp 7.950,52 triliun. 

TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Posisi utang pemerintah pada Oktober 2023 meningkat menjadi sebesar Rp 7.950,52 triliun, dari bulan September 2023 yang mencapai Rp 7.891,61 triliun.

Mengutip Buku APBN KITA Edisi November 2023, rasio utang pemerintah saat ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 37,68 persen.

Rasio utang tersebut menurun dibandingkan akhir tahun 2022 dan berada di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

“Rasio ini juga masih lebih baik dari yang telah ditetapkan pada kisaran 40 persen dalam Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2023-2026,” tulis laporan buku tersebut, Selasa (28/11/2023).

Adapun posisi utang pada September didominasi oleh utang dari surat berharga negara (SBN) yang nilainya mencapai Rp 7.048,9 triliun.

SBN ini terdiri dari SBN domestik mencapai Rp 5.677,55 triliun dan SBN valuta asing (valas) mencapai Rp 1.371,35 triliun.

Posisi pinjaman pemerintah telah mencapai Rp 901,62 triliun, terdiri dari pinjaman luar negeri mencapai Rp 872,09 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp 29,52 triliun.

Meski posisi utang meningkat, Pemerintah meyakini pengelolaan utang pemerintah masih disiplin mendukung asesmen lembaga pemeringkat kredit di 2023 yang tetap mempertahankan sovereign credit rating Indonesia pada level investment grade oleh S&P dan Fitch (BBB/stable) dan R&I (BBB+/positive) di tengah dinamika perekonomian global saat ini.

Pemerintah juga senantiasa mengelola utang secara cermat dan terukur dengan memperhatikan komposisi mata uang, suku bunga, serta jatuh tempo yang optimal.

Selaras dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap, utang pemerintah secara mayoritas berasal dari dalam negeri dengan proporsi 71,78 persen.

Sementara berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa SBN yang mencapai 88,66 persen.

Selain itu, pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang dan mengelola portofolio utang secara aktif.

Per periode ini, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ ATM) di kisaran 8 tahun.

Lebih lanjut, penerbitan SBN turut mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik, inklusi keuangan, serta peningkatan literasi keuangan masyarakat dari savings society menjadi investment society.

Sejalan dengan hal tersebut, kepemilikan investor individu di SBN domestik terus meningkat mulai 2019 yang hanya mencapai 2,95 persen menjadi 7,46 persen pada periode ini.

Tunggakan PNBP Rp 85 Triliun

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, masih banyak kementerian/lembaga (K/L) yang memiliki tunggakan atau piutang penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang belum disetorkan ke kas negara.

Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata mengatakan, nilai tunggakan tersebut mencapai Rp 80 triliun hingga Rp 85 triliun yang berasal dari berbagai K/L.

Hanya saja, dirinya tidak memerinci mana saja K/L yang memiliki tunggakan PNBP terbesar.

"Tentu angka akuratnya akan lebih baik nanti sampai dengan akhir tahun, apalagi kalau sudah diaudit. Tapi biasanya ini kisarannya sekitar Rp 80 triliun sampai Rp 85 triliun. Nanti kami akan lakukan updating posisi akhir tahun," ujar Isa dalam Konferensi Pers APBN Kita, Jumat (24/11/2023).

Isa menyebut, pihaknya telah menerapkan mekanisme automatic blocking system (ABS) untuk menyelesaikan piutang PNBP tersebut.

Menurutnya, sistem blokir otomatis ini dinilai efektif dalam meningkatkan penagihan piutang PNBP.

Misalnya saja, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merupakan dua kementerian yang aktif dalam menggunakan sistem ABS.

"Ini yang sudah berjalan dan sudah cukup banyak kemajuannya di KLHK misalnya. Kemudian ESDM ini sudah mulai menerapkan untuk beberapa tagihan-tagihan mereka. Jadi ini akan membantu terutama penurunan piutang terutama yang lama-lama," katanya.

Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di sektor pertambangan dan kehutanan yang masih memiliki tunggakan PNBP akan kesulitan melakukan kegiatan ekspor lantaran mengalami pemblokiran sejumlah layanan.

Implementasi ABS ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pengelolaan PNBP.

Berdasarkan Pasal 182, pengelola PNBP yakni K/L dapat melakukan penghentian layanan jika wajib bayar tidak melaksanakan kewajiban pembayaran PNBP, pemenuhan dokumen pembayaran PNBP atau kewajiban pertanggungjawaban PNBP. (*)

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved