Indonesia Sudah Impor 1,17 Juta Ton Beras pada Tahun 2023, Terbanyak dari Thailand

Badan Pusat Statistik mencatat, impor beras selain beras khusus (kode HS 10063099) selama Januari 2023 hingga Juli 2023 sebanyak 1,17 juta ton.

|
Editor: Dion DB Putra
DOK TRIBUN LOMBOK
Ilustrasi. Selama tujuh bulan pertama tahun 2023 Indonesia terpantau mengimpor beras dari negara lain. 

TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Selama tujuh bulan pertama tahun 2023 Indonesia terpantau mengimpor beras dari negara lain.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor beras selain beras khusus (kode HS 10063099) selama Januari 2023 hingga Juli 2023 sebanyak 1,17 juta ton.

"Atau kalau dinilai, nilai impor beras pada periode tersebut senilai US$ 627,2 juta," terang Pelaksana tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti di Jakarta, Selasa (15/8/2023).

Baca juga: Antisipasi Ancaman El-Nino, NTB Diharapkan Jadi Penyangga Pasokan Beras di Pulau Jawa dan Sumatera

Baca juga: Pemerintah Buka Opsi Impor Beras Lagi untuk Persediaan Hadapi El Nino

Amalia mengungkapkan, Indonesia paling banyak mengimpor beras dari negara Thailand, dengan pangsa impor sebesar 50,56 persen atau lebih dari separuh total impor beras.

Selain Thailand, Indonesia juga mengimpor beras dari Vietnam, dengan pangsa impor sebesar 46,33 persen dari total impor beras pada periode tersebut.

Sementara itu, menyikapi risiko dampak El Nino, Perum Bulog melakukan upaya pemenuhan Cadangan Beras Pemerintah (CBP).

Pemenuhan CBP dilakukan melalui penyerapan gabah atau beras dalam negeri secara maksimal dan percepatan realisasi importasi beras.

Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto menegaskan, pihaknya melakukan upaya mitigasi dengan menyerap gabah atau beras hasil petani dalam negeri.

Adapun realisasi penyerapan beras dalam negeri tahun ini sampai dengan 10 Agustus 2023 sudah mencapai 780.000 ton.

Disamping itu Bulog juga melakukan percepatan realisasi impor sesuai penugasan yang diberikan oleh Pemerintah.

“Selain memaksimalkan penyerapan produksi dalam negeri, kami juga berkoordinasi secara intens dengan negara pengimpor untuk percepatan kedatangan beras impor ini ke Indonesia," kata Suyamto dalam keterangan tertulis, Jumat lalu.

Suyamto mengatakan, penugasan sebanyak 2,3 juta ton yang terdiri atas 300.000 ton sisa penugasan tahun 2022 dan 2 juta ton penugasan tahun 2023, hingga saat ini sudah terealisasi sebanyak 1,6 juta ton.

Dengan mulai turunnya produksi gabah atau beras dalam negeri pada semester II dibanding semester I maka potensi penyerapan dalam negeri di semester II akan lebih rendah dari semester I.

Oleh karena itu, upaya pemenuhan kebutuhan stok cadangan beras pemerintah memang harus segera dipenuhi dari sumber lain yaitu importasi beras sesuai yang sudah diputuskan oleh pemerintah.

Suyamto mengatakan, masyarakat diminta tidak khawatir mengenai ketersediaan beras. Adapun stok beras yang dikuasai Bulog saat ini ada sebanyak 1,33 juta ton.

Selain itu, nilai impor barang Indonesia meningkat pada Juli 2023, bila dibandingkan bulan sebelumnya. BPS mencatat, nilai impor pada bulan laporan sebesar US$ 19,57 miliar atau naik 14,10 persen MoM.

Amalia mengungkapkan, peningkatan impor didorong oleh peningkatan baik impor minyak dan gas (migas) maupun impor non migas.

"Impor migas pada Juli 2023 senilai US$ 3,13 miliar atau naik 40,94 persen MoM. Sementara impor non migas tercatat US$ 16,44 miliar atau naik 10,10 persen MoM," terang Amalia.

Ia memerinci, peningkatan impor migas disebabkan oleh peningkatan impor minyak mentah, yang sebesar 83,36 persen MoM.

Sedangkan peningkatan impor non migas, terutama dipengaruhi oleh peningkatan impor komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85) sebesar 17,33 persen MOM.

Kemudian diikuti peningkatan impor produk mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS 84) sebesar 12,99 persen MoM. Namun, bila dibandingkan dengan Juli 2022, nilai impor pada Juli 2022 tercatat turun 8,32 persen YoY.

"Penurunan impor pada bulan Juli 2023 dibandingkan tahun sebelumnya memang melanjutkan tren penurunan, setelah sempat meningkat pada bulan Mei 2023," terang Amalia.

Penurunan dibandingkan Juli tahun lalu juga terjadi pada nilai impor migas dan impor non migas. Masing-masing tercatat turun 29,70 persen YoY dan turun 2,69 persen YoY.

Amalia mengungkapkan, impor minyak mentah tersebut paling banyak berasal dari negara Nigeria, yaitu hampir separuh dari total nilai impor minyak mentah.

"Paling banyak kita mengimpor dari Nigeria, yaitu sebesar US$ 514,4 juta atau kira-kira pangsa impornya 41,73 persen," tambahnya.

Minyak mentah juga diimpor dari Arab Saudi dengan nilai sebesar US$ 152,9 juta atau pangsa impor sebesar 12,4 persen. Ada juga impor minyak mentah dari Angola dengan nilai sebesar US$ 120,5 juta, dengan porsi sebesar 9,78 persen dari total impor minyak mentah.

Ekspor Naik 1,36 Persen

Nilai ekspor Indonesia terpantau meningkat pada bulan Juli 2023, bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor pada bulan laporan sebesar US$ 20,88 miliar atau naik 1,36 persen MoM.

Pelaksana tugas (Plt.) Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan, peningkatan ekspor secara bulanan didorong oleh peningkatan ekspor non minyak dan gas (non migas).

"Ekspor non migas pada bulan Juli 2023 tercatat US$ 19,65 miliar atau naik 1,62 persen MoM," terang Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (15/8/2023).

Kinerja ekspor non migas didorong oleh kenaikan ekspor barang dari besi dan baja (HS 73) 47,33 persen MOM, ekspor nikel dan barang daripadanya (HS 75) 43,29 persen, juga berbagai produk kimia (HS 38) 11,14 persen MoM.

Sedangkan ekspor migas pada Juli 2023 tercatat US$ 1,23 miliar atau turun 2,61 persen MoM.

Penurunan ekspor migas disebabkan oleh penurunan nilai ekspor komoditas minyak mentah dan hasil minyak.

Lebih lanjut, meski secara bulanan meningkat, nilai ekspor pada Juli 2023 mengalami penurunan cukup dalam, yaitu 18,03 persen YoY. Penurunan terjadi baik pada ekspor migas maupun ekspor non migas.

"Penurunan secara tahun ke tahun melanjutkan tren yang terjadi sejak awal 2023, seiring dengan penurunan harga komoditas unggulan di pasar global dibandingkan tahun lalu," tandas Amalia. (*)

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved